Jumat, 24 Februari 2017

Sanctum




"It appears to you when you search for it."




Perjalanan spiritual adalah perjalanan yang panjang berliku dan bertingkat.
Perjalanan ini ditempuh secara perlahan dari satu titik ke titik selanjutnya. Tidak seorang manusia yang mampu tanpa henti (non-stop) dalam menempuh perjalanan ini.

Ada tempat perhentian atau persinggahan di tengah perjalanan. Di sana anda akan berdiam sejenak. Entah sejenak ataupun lama, dan kemungkian bertemu dengan sesuatu atau seseorang di situ, sebelum kemudian anda bergerak kembali melanjutkan perjalanan itu.

Anda melanjutkan perjalanan anda. Kemudian di tengah perjalanan berikutnya ini anda pun akan memerlukan tempat persinggahan untuk melepas lelah, di sana anda pun akan menemukan sesuatu atau seseorang, sebelum anda melanjutkan perjalanan kembali.

Tempat persinggahan ini disebut Sanctum.
Sanctum adalah tempat suci bagi anda di mana anda merasakan ketenangan, kedamaian, tidak ada yang perlu anda khawatirkan, dan tidak ada yang akan menegur anda seraya bertanya sedang apa anda di sini.

Di dalam Sanctum anda melakukan kontemplasi, meditasi dalam keheningan penuh. Inilah tempat terdamai dalam hidup anda. Tempat ini tidak harus berada dalam ruang dan waktu tertentu. Sanctum spiritual bersifat abtsrak. Ia bisa jadi berwujud tempat fisik, juga non-fisik. Bisa juga berupa suatu momen, atau satu waktu di dalam sehari. Bisa juga berwujud makhluk hidup di alam. Sanctum bisa sebagai manusia.

Sanctum bisa juga keluarga. Maka dianjurkan manusia untuk membina keluarga yang baik dan membangun rumah sebagai tempat tinggal yang harmonis. Karena rumah adalah tempat seorang berpulang dari kegiatan duniawinya. Di dalam rumah, di tengah-tengah keluarga yang saling mencintai, seorang pengelana spiritual akan menemukan sanctum-nya di situ dan dapat menjadi diri sendiri sepenuhnya untuk melakukan kontemplasi atau meditasi yang kemudian akan membawanya pada perjalanan selanjutnya.

Ada kalanya rumah yang tadinya adalah sanctum, dirasa tidak memadai lagi. Seseorang sulit berkontemplasi di rumah, bukan karena rumah itu tidak lagi harmonis, tetapi ia sudah harus menempuh kelanjutan dari perjalanan spiritualnya yang lebih tinggi. 

Tempat-tempat ibadah adalah Sanctum. Di tempat ibadah seseorang dapat menemukan ketenangan batin yang membantunya untuk berkontemplasi atau meditasi. Ia pun dikelilingi oleh mereka yang juga mencari Sanctum itu. Tempat ibadah dibangun untuk tujuan ini.

Namun ada kalanya juga tempat ibadah dirasa sudah terlalu sesak oleh mereka yang bukan datang untuk mencari sanctum sejati. Energi-energi dari tingkat kesadaran rendah dan tinggi bercampur dan tidak lagi menjadikan Sanctum itu sedamai, setenang, sehening yang dulu pernah dirasakan. 
jika saja mereka memahami ini, maka mereka dapat mengelola sanctum dengan lebih baik dan tetap menjadikannya Sanctum yang ideal bagi banyak orang.

Kesenian juga bisa sebagai Sanctum. Seorang musisi menemukan keheningan dan kedamaian saat ia tenggelam dalam permainan musiknya. Seorang pelukis akan memproyeksikan rasanya dalam lukisannya. Begitu pula pemahat, penulis, dan lainnya.

Di dalam perjalanan spiritual, masing-masing manusia secara naluriah akan mencari Sanctum mereka sendiri-sendiri. Mereka mencari Sanctum di setiap tingkatan kesadaran mereka. Setiap tingkat kesadaran berbeda pula Sanctum yang dicari atau yang dibutuhkannya.

Sanctum adalah tempat terdamai. Di sana ada ketenangan dan keheningan yang dibutuhkan sesuai tingkat kesadaran masing-masing pengelana spiritual.
Bila anda adalah seorang pengelana spiritual, Sanctum anda adalah rahasia anda sendiri. Anda tahu dimana ia dan ke sana lah anda akan selalu menyendiri. Di sana anda melakukan perenungan mendalam, tafakur, kontemplasi, meditasi dan berserah diri kepada Energi Alam Semesta.







Apakah, Dimanakah, Kapankah Sanctum-mu?
Apa yang kau temui di situ?
Siapakah yang kau temui di situ?

Hanya kau yang mengetahuinya.
Inilah rahasiamu.


Di sini hanya ada hening yang mendamaikan.

Di sini tempatmu berpulang dan melonggarkan kesesakan.
Di sini tempatmu kembali dalam keseimbangan.
Di sini tempatmu bermanja-dimanja.

Di tempat ini kau menggali ke dalam diri dan mengenali siapa dirimu yang sesungguhnya.
Di sini kau menyaksikan cahaya yang memasuki dirimu dan menunjukkan jati dirimu.
Di sini kau mengakses energi illahi, mengisi kembali yang sudah lelah terpakai.
Di sini kau merenung dan menguji kebenaran pemahamanmu.
Di sini kau menemukan jawaban yang kau cari.
Di sini kau bertemu sesuatu yang akan membuka satu celah lagi tabir hatimu.
Di sini kau temukan dia.

Siapakah dia sampai kau bagikan Sanctum-mu padanya?
Kala itu kau tau apa yang sudah menjadi pilihan hidupmu.
Dialah yang teristimewa.

Kau tunjukkan rahasia terbesarmu.
Kau ajak dia ikut serta bersamamu dalam perjalananmu selanjutnya.
Kau mengajaknya ikut mencari Sanctum berikutnya.







Tempat persinggahan itu kemudian kau tinggalkan. Segala yang kau temui di situ kau tinggalkan. Yang ikut denganmu adalah yang sesuai untukmu. Perjalananmu berlanjut ke tingkat yang lebih tinggi.
Lebih tinggi lagi.. dan lagi...

Perjalanan spiritual seperti menaiki anak tangga. Semakin tinggi kau naik, semakin banyak pula yang kau lihat. Semakin luas pula jangkauan pendanganmu.
Kau melihat segalanya dalam tingkat kesadaran yang lebih baik.
Kau menjadi semakin arif dan bijak.

Bertahun kemudian kau singgah di tempat baru. Inilah Sanctum-mu berikutnya. Kau melihat ke belakang. Tiada sesiapa yang mengikuti kecuali yang sesuai untukmu.
Terjadi kembali taubah dan pencerahan. 

Bagaikan aliran sungai yang bercabang-cabang di hilir, kau kini mendekati hulu dimana beragam aliran sungai itu berasal. Di sini hanya ada satu sumber mata air, dan itulah yang menyatukan segala perbedaan.

Kau memahami bahwa perbedaan di dunia ini adalah semu belaka. Kebenaran yang hakiki berasal dari satu sumber. Dia-lah sang penyebab utama dari segalanya. Maka tiada tempat lain yang dirasa pantas bagimu untuk bersinggah selain di dekat sumber dari kebenaran itu sendiri. 

Tidak ada dualita di sini. Kutub-kutub kehidupan semakin sempit dan tak ada artinya lagi.
Kedua sisi koin sudah kau lihat dan rasakan apa adanya.

Manusia tampak sama bagimu terlepas dari pakaian ras, bangsa, suku, kultur, agama, doktrin dan dogma yang mereka kenakan. Karena semuanya berasal dari sumber yang sama. Di sini.

Jiwamu telah bebas lepas dari segala bentuk ikatan dogma.
Kau berada di atas segala perbedaan dan geliat tingkah manusia di dunia.
Kau berada di luar aturan-aturan yang dibuat hanya oleh manusia untuk manusia sendiri.

Di sini kau melihat segalanya. Kau memahami segalanya, bahwa realita ini adalah ilusi.
Pencarianmu yang mengarah ke luar sudah berbalik menjadi pencarian ke dalam. Rahasia terbesar dari seluruh penciptaan ini adalah pada manusia itu sendiri.
Kau menembus batas-batas jiwamu dan sampai pada titik kosong - kau berada di tepian ketiadaan. Hanya ada dirimu dan ketiadaan.

Banyak pengelana spiritual yang saya kenal berbagi kisah mereka kepada saya, sampai di posisi ini, terjadi pergolakan dalam hidup mereka. Dan mungkin ini juga terjadi padamu. Orang tua yang tadinya dekat, menjadi sedikit menjaga jarak denganmu. Sahabat yang tadinya sangat lekat denganmu sekarang menganggapmu 'aneh'. Teman dan tetangga pun begitu berubah pandangan mereka terhadapmu. Mereka menilaimu telah melakukan perbuatan yang sangat di luar kebiasaan dan menyebutmu orang bodoh. Bahkan ada pula yang memandangmu telah membuat aib atau dosa besar sehingga kau patut diasingkan dari mereka. Kau mulai dikucilkan, dijauhkan. Kau bukan lagi golongan mereka. Tidak menutup kemungkinan keluargamu sendiri pun mulai memandangmu sebagai orang asing.

Bagi pengelana spiritual yang tidak kuat menerima hujatan, caci-makian, pengucilan, penghinaan dari dunia di sekelilingnya, akan menyerah dan menghentikan perjalanan ini.

Seperti menaiki kereta api, kau naik ke atas kereta api bersama gurumu. Orang tua, keluarga, sahabat dan teman-temanmu awalnya ikut serta naik bersamamu. Namun dalam perjalanan satu per satu mereka turun dan tidak mampu lagi mengikutimu. Yang tersisa hanyalah dirimu sendiri.
Hanya dirimu sendiri di sini.

Kereta kemudian berhenti di sebuah tempat persinggahan terakhirnya.
Di ambang pintu persinggahan akhir ini kau menyadari; "Benarkah kau yang menemukan tempat ini?"
"O soul at rest, return to thy Lord, well pleased and well pleasing. Enter as My servant, enter into My heaven." 
(Qur'an 89:27-30)
"Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha. Masuklah sebagai hamba-Ku, masuklah ke dalam surga-Ku"

Di sini ada perasaan yang selama ini belum pernah dirasakan sebelumnya dalam perjalananmu; Kau merasa sendiran, kau merasakan sepi. Walaupun di tengah keramaian kau tetap merasakan kesepian. Ada rasa rindu yang sangat dalam dan menyayat hati.

Sepi ini bukan rasamu, ini adalah rasa-Nya. Dia adalah Zat yang sendirian, dan Dia merindukanmu. Kedatanganmu telah dinantikan sejak awal kau hidup di dunia.
Dia-lah zat yang merindukan.

Kini kau telah menjadi seorang Mystic. Hubunganmu dengan-Nya tidak dapat dijelaskan dengan bahasa apa pun. Kau dan Dia adalah Sang Kekasih. Kau adalah pantulan cermin dari-Nya. dan Dia adalah pantulan cermin dari-Mu. Dia adalah cahaya di atas cahayamu.
Hanya ada dirimu dan Dia. Kau adalah Dia, dan Dia adalah dirimu.

Inilah Sanctum terakhirmu.

Ketenangan di sini adalah ketenangan yang bukan lawan dari kebisingan.
Kedamaian di sini adalah kedamaian yang bukan lawan dari perselisihan.
Dan cinta yang bukan lawan dari benci.

Di sini ada ketenangan sempurna.
Di sini ada damai sempurna.
Di sini ada cinta yang satu.

Anak tangga yang kau naiki semakin tinggi.
Kau semakin dekat...

Benarkah kau yang menemukan tempat ini?
Tidak, Kaulah yang ditemukan.
Karena yang kau cari juga mencarimu.
"What you seek is seeking you." (Rumi)

Kau menemukan dirimu sendiri. Dirimu pun menemukanmu.
Kau sadari kebenaran yang hakiki. Hanya ada kau dan dirimu di sini. Sang Aku berada di dalam dirimu. Di luar dari itu adalah persepsi.

Selama ini kau hidup dalam persepsi eksternal.
Sekarang kau sadari bahwa hidupmu seharusnya adalah persepsimu sendiri.
Kaulah yang memiliki dirimu sendiri. Realitamu adalah persepsimu.

Bagaikan ikut dalam aliran sungai illahi. Kau merasakan Dia Yang Maha Agung meliputi seluruh alam semesta dan seluruh dimensi-dimensi ruang dan waktu. 
Kerinduan-Nya adalah kerinduanmu, Kerinduanmu adalah kerinduan-Nya.

Tiada lagi keraguan dalam pandanganmu. Karena tiada lagi bias di hatimu.
Kau melihat alam ini seperti Dia melihatnya.
Kau hidup bersaman-Nya. Kau merasakan cinta-Nya, dan semua kepedihan yang kau derita akibat persepsi lingkungan eksternal-mu sirna sempurna di sini.
Tiada yang mampu mengusikmu, karena tiada yang mampu menandingi cinta ini.

Tidak ada lagi benci, maupun cinta. Melainkan cinta yang singular, cinta-Nya.
Kau memahami mengapa semua ini ada seperti adanya. 
Kau memahami mengapa Dia menciptakan-Mu di dalam benak-Nya.
Dan kau memahami mengapa ada Dia pula di benak-Mu.

Kau bagaikan sebutir biji kecil yang telah tumbuh menjadi pohon besar rindang yang melindungi apa pun dan siapa pun yang berada di dalam naunganmu.
Kau bagaikan langit yang meliput seluruh bumi.
Inilah kesadaran illahi. Kesadaranmu. Kesadaran-Nya.

Hatimu dipenuhi rasa syukur serta bahagia yang melimpah,
karena kau sudah sampai di sini,
di tempat suci terakhirmu.

"This is your final Sanctum.
Inilah Sancutm terakhirmu. 
Your sanctuary, your own heart, where everything exists and you exist in everything.
Tempat sucimu, hatimu sendiri, dimana segalanya ada dan kau ada di dalam segalanya.
You are here, there, everywhere as God also is here, there, and everywhere.
Kau di sini, di sana, dimana-mana, sebagaimana Tuhan juga di sini, di sana, dan dimana-mana. 
You are a Lover and God is your Beloved.
Kau adalah sang Pencinta dan Tuhan adalah Pencintamu. 
Kaulah adalah Sang Kekasih."


This is my Mystical knowing.
I love you as God loves everything HE created in Him.
===============
Erianto Rachman


Tidak ada komentar: