Jumat, 25 April 2014

The Symbols




 



Edisi 1

Alam ini adalah proyeksi dari Tuhan. Tuhan berkehendak, maka Jadi-lah alam ini pada-Nya. Penciptaan alam adalah peristiwa proyeksi sebuah kehendak (Wisdom) menjadi ciptaan (creation), yaitu alam ini. Telah lama manusia mempertanyakan bagaimana peristiwa penciptaan itu terjadi? Apa saja yang tercipta? Bagaimana dari awal itu bisa menjadi seperti sekarang ini. Diyakini oleh mereka bahwa peristiwa itu terwujud dalam Big Bang, atau ledakan besar. Dari ketiadaan menjadi ke-ada-an (from nothingness to somethingness). Saya pikir gambaran itu sangat baik untuk menjelaskan proses penciptaan.

Untuk memahami Tuhan, Tuhan tidak bisa atau tidak boleh dipersonafikasikan, bahwa ia berwujud dan ia menempati suatu ruang. Lalu kita mulai membayangkan bahwa alam ciptaan-Nya ini diciptakan di sisi-Nya. Jika anda sudah membaca tulisan-tulisa saya sebelum ini, maka anda tahu benar apa yang saya maksudkan di sini. Kebenaran yang hakiki adalah bahwa Alam ini adalah sebuah proyeksi dari kehendak. Alam ini adalah Fana, Maya. Alam ini adalah proyeksi hologram dari Yang Maha SATU.

Namun yang ingin saya tulis di sini adalah; setelah mengetahui hal ini, lalu kita harus bagaimana? Apa yang harus dilakukan? Bagaimana aplikasinya di dunia ini?

Saya memikirkan hal ini cukup lama dan saya temukan cara yang menurut saya paling pas untuk menjelaskannya. Dan semua itu berasal dari Simbol.

Bulan Februari lalu saya melakukan perjalanan ke Pulau Bali bersama keluarga. Di sana tentu saja banyak simbol-simbol yang penuh pesona sakral. Sebagian memang hanya hiasan, namun sebagian besar memang disakralkan. Kami menyewa mobil beserta supirnya. Dan sang supir adalah seorang penganut ajaran Hindu yang taat. Dia sangat komunikatif dan sangat baik tutur katanya. Kami pun berbicara banyak mengenai segala hal, termasuk dan terutama mengenai ajaran Hindu. Dengen berbekalkan pengetahuan mengenai ajaran-jaran yang ada di dunia yang selama ini saya pelajari, saya bertanya padanya langsung pada pokoknya. Diantaranya adalah mengenai patung di banyak Pura atau kuil di hampir setiap sudut rumah, gedung, ataupun pulau itu sendiri, termasuk posisi peletakannya, serta dewa-dewa yang diwujudkan pada bentuk patung-patung di pura-pura itu.

Sepertinya beliau mengerti saya walaupun belum pernah ketemu saya. Dia menjawab dengan sangat hati-hati namum jelas. Jawaban yang menurut saya cukup mengejutkan. Dia berkata, “Semua itu adalah simbol.”

Saya terdiam mendengarnya. Saya terhenyak pada jok mobil dan hanya ada senyuman di bibir saya. Yang dikatakannya sungguh memiliki arti yang sangat dalam. Dan beliau bukan orang ‘biasa’ karena tidak mungkin dia menjawab seperti itu kepada orang umum. Tapi ia memilih jawaban itu untuk saya. Saya mengerti jawabannya karena saya juga belajar Hindu. Jawaban seperti itu harus datang dari seorang yang tidak hanya taat tapi juga mengerti kebenaran yang hakiki. Beliau sudah memahaminya.

Di salah satu buku Sufi, saya juga menemukan dewa-dewa (atau gods, dengan ‘g’ kecil). Mereka adalah Archetypal Energies. Seperti yang sudah saya singgung di tulisan saya yang berjudul “New Science: Alchemy, Science of the Heart (Part 1)”.

Proyeksi Tuhan ke dalam dunia ini mewujudkan berbagai macam energi. Semuanya hidup karena memiliki kesadaran Tuhan. Pada awalnya ada energi yang mengawali penciptaan, energi ini adalah pola dasar (Archetype) pembentukan alam. Darinya ada kualitas-kualitas Tuhan yang kemudian dibawa ke dalam semua makhluk, termasuk manusia. Pola dasar – pola dasar itu tidak hilang. Mereka ada selamanya, dan hidup. Merekalah para tuhan, the gods, devas (dewa-dewa).

Pada awalnya, manusia sangat dekat dengan pola dasar. Bahkan bisa dikatakan pada awalnya manusia adalah per-wujud-an langsung dari pola dasar – pola dasar itu. Maka bisa dikatakan bahwa pada awalnya, manusia adalah gods. We were once gods/devas.

Kemudian seperti yang sudah saya paparkan di dalam tulisan saya “Books of Origin (Part 2)”, bahwa alam memilliki siklus dalam skala kosmos dengan adanya pergerakan benda-benda langit. Tidak ada apa pun di alam ini yang terhindar dari siklus kosmos itu. Ajaran Hindu, Egypt, Maya, mengetahui hal ini sejak dahulu. Jauh sebelum agama-agama atau ajaran-ajaran lainnya di bumi ini. Mereka tau bahwa siklus itu berpengaruh langsung pada penurunan kualitas ‘kesadaran Tuhan’ pada manusia. Secara teknis, penurunan itu adalah berupa terpisahnya Feminine dan Masculine di diri manusia. Keseimbangan menjadi terganggu hingga ke saat sekarang ini dimana manusia didominiasi hanya oleh sifat masculine. Sifat ketuhanan kita (gods) menipis dan ada juga yang hilang sama sekali. Energi Pola Dasar itu terpendam di alam. Terlupakan. Kita menjadi manusia seperti sekarang ini. Silahkan baca tulisan saya itu agar anda lebih mengerti.

Manusia zaman terakhir ini (akhir zaman), yaitu kita, mengenali kualitas-kualitas Tuhan yang terpisahkan dari kita itu hanya melalui simbol-simbol. Ajaran-ajaran agama yang turun pada zaman akhir ini (Kristen, Islam) mengajarkan manusia melalui simbol-simbol. Mereka (para Nabi) paham benar bahwa otak manusia sudah tidak mungkin mampu menerima bentuk ajaran murni spiritual. Otak manusia lebih menerima logika dan doktrin. Manusia menerima baik ajaran yang memiliki dualitas atau polarity seperti konsep baik-buruk, surga-neraka, pahala-dosa, reward-punishment, ketimbang konsep-konsep kebenaran yang hakiki secara langsung. Maka agama-agama itu mengemas kemurnian ajaran ketuhanannya ke dalam bentuk Simbol.

Apa saja simbol-simbol itu?

Jika anda mau berpikir dan menganalisa pertanyaan di atas, maka anda akan sudah menemukannya dengan jelas di kehidupan beragama yang anda jalani selama ini. Seperti Ibadah (Sholat), Zakat, Puasa, Haji, dan lain sebagainya. Hal ini berlaku di semua agama dan ajaran yang ada, termasuk Hindu dan Buddha.

Jika anda meyakini bahwa Tuhan adalah SATU, maka semua agama dan ajaran di dunia ini mengajarkan mengenai SATU kebenaran yang hakiki. Pada tulisan saya sebelumnya, “Alchemy: Science of the Heart, The Knowing Heart” saya bercerita mengenai seorang pengembara spiritual dimana ia telah mengembara kemana-mana untuk mencari kebenaran yang hakiki, Ia sesunggunya sudah mendapatkannya namun baru disadarinya setelah 30 tahun melakukan pengembaraan, yaitu dengan mengambil esensi dari semua ajaran yang ia dapat. Ajaran-ajaran itu adalah tabir yang menutupinya dari kebenaran yang hakiki. Agama dan Ajaran menggunakan bahasa untuk disampaikan. Sedangkan bahasa itu sendiri adalah sebuah tabir yang menutupinya dari kebenaran hakiki. Bahasa yang diucapkan tanpa adanya tabir adalah bahasa ruh, bahasa Tuhan. Ini adalah bahasa yang tak terucap. Dan itulah yang pada akhirnya ia pahami dengan baik.

Ada kebenaran yang hakiki dibalik setiap simbol.

Inilah inti dari tulisan saya. Di atas saya bertanya, setelah anda mengetahui bahwa alam ini adalah proyeksi dari Tuhan, maka apa yang harus dilakukan kemudian?
Jawabannya adalah; Kenali simbol-simbol alam. Lalu ‘lihat’-lah apa yang ada dibalik simbol-simbol itu.

Di ajaran Hindu, dewa-dewa adalah simbol dari energi pola dasar. Energi pola dasar banyak ragamnya yang masing-masing mewakili kualitas Tuhan. Salah satu contohnya adalah sifat/kualitas Maha Pencipta. Manusia memiliki daya cipta, karena manusia adalah juga proyeksi dari Tuhan. Pada awalnya manusia memiliki kualitas Daya Cipta ini secara nyata. Apa yang dipikirkan akan menjadi kenyataan. Apa yang diniatkan akan terjadi. Karena kemuliaan manusia dengan seimbangnya dualisme feminine dan masculine dan melekatnya pola dasar Daya Cipta pada manusia, maka alam pun merespon niat itu ke dalam alam itu sendiri. Dan terjadilah.

Sekarang pola dasar itu sudah tidak lagi melekat pada manusia dengan alasan yang saya sudah paparkan di atas. Maka sifat itu pun diwujudkan ke dalam simbol. Simbol itu adalah dewa Brahma.

Kualitas-kualitas Tuhan lainnya yang ada pada pola dasar juga di-simbolkan ke wujud dewa, seperti Wishnu (Maha Pemelihara) dan Shiva (Maha Penghancur), juga lainnya yang cukup banyak jumlahnya.

Contoh aplikatif lain akan saya ambil dari ajaran agama Islam. Setiap tahun anda diwajibkan puasa. Puasa itu adalah simbol. Anda yang beragama Islam pasti mengerenyitkan sebelah mata membaca ini. Selama ini anda sudah cukup nyaman dengan ajaran (atau doktrin) yang ditanamkan kepada anda bahwa umat Islam wajib berpuasa. Dan anda menjalankan ibadah itu tanpa perlu tau alasannya. Kalaupun anda bertanya mengenai alasannya, maka jawaban yang anda dapat adalah seperti; "Puasa itu adalah untuk melatih menahan nafsu, membersihkan diri dari dosa”, dan lain-lainnya. Dan anda harus cukup puas dengan penjelasan itu.

Jika anda adalah orang seperti saya, maka penjelasan itu sangat jauh dari kebenaran yang hakiki. Puasa adalah simbol. Ada kebenaran hakiki dibalik simbol itu. Penjelasan yang akan saya sampaikan di sini dapat anda terima bila anda sudah membaca dan memahami betul tulisan-tulisan saya sebelumnya.

Kebenaran yang hakiki pada sumbernya adalah Tuhan itu sendiri. Tuhan ada di setiap manusia dan seluruh alam ini. Tuhan ada di hati (batin, qalb) kita. Ia sangat dekat, karena memang Dialah seluruh alam ini, dan Kita semua adalah proyeksi atau manifestai dari-Nya. Sehingga kita tidak perlu jauh-jauh mencari Tuhan. Tuhan ada di sini. Di hati. Namun untuk bertemu dengan-Nya dan memahami bahasa Tuhan, ada tabir tebal yang menghalangi kita, yaitu ego atau nafs. Ego yang ada di otak kita tidak akan dengan mudah menyerah untuk membiarkan kita lepas turun ke hati bertemu Tuhan. Seperti pada cerita Supir Taxi di tulisan saya “New Science: Alchemy, Science of the Heart (Part 2)”, lepasnya ego dan turunnya kesadaran kita dari otak ke hati adalah peristiwa yang besar, menyakitkan. Peristiwa ini dinamakan taubah.

Juga pada cerita yang saya tuliskan, “River, Pond, and Fish” di tulisan saya yang berjudul “Alchemy: Science of the Heart, The Knowing Heart”, sangatlah sulit bagi manusia untuk menyadari kebenaran yang hakiki walaupun kebenaran itu sudah ada di depan mata kita. Anda harus mengalami cobaan, penderitaan yang teramat sangat untuk bisa menyadarinya. Anda harus berada pada posisi dimana tidak ada lagi di dunia ini yang mampu membantu anda. Hanya ada anda dan Tuhan. Dan anda pasrah sepenuhnya, berserah diri tanpa ketergantungan dengan apapun yang anda miliki di dunia. Anda siap mati untuk-Nya.

Inilah yang pada umumnya terjadi pada manusia zaman sekarang (tidak semuanya harus mengelami penderitaan, tapi sebagian besar begitu). Hubungannya dengan puasa adalah, bahwa dengan berpuasa manusia sesungguhnya melepaskan ikatan ego/nafs-nya dan turun ke hati untuk bertemu Tuhan dengan kepasrahan total (total surrender). Karena di hati hanya ada cinta dan syukur. Di rasa syukur ada kebahagiaan yang sesungguhnya. Puasa adalah simbol dari humility atau kerendahan hati. Karena tidak ada apa pun yang anda bawa atau kenakan (segala bentuk materialistis) untuk bertemu Tuhan. Puasa adalah simbol kepasrahan, kebaikan, kejujuran, dan kesucian. Anda pun paham sekarang bahwa ada banyak sifat energi pola dasar yang disimbolkan oleh puasa itu sendiri.
    
In the totality of surrender, you will meet, feel, and recognize the gods.
The god of humility, the god of peace, the god of purity, the god of happiness, the god of compassion, the god of love, and many more others.
And ultimately, the gods will lead you to meet the God of all gods.
And there is no God but God.
      
Sampai di sini, anda sudah bisa mulai mencari simbol-simbol lainnya di kehidupan anda dan melihat kebenaran yang hakiki dibaliknya. Kebenaran itu hanya bisa dibaca, dilihat, dirasakan dengan bahasa ruh, bahasa Tuhan. Tidak relevan agama apa yang anda anut sekarang. Karena saya bisa menegaskan kepada anda, keyakinan saya, adalah bahwa semua itu sama. Dan Tuhan itu SATU.

Janganlah ada dinding atau tabir pemisah lagi di antara kita. Jika anda paham betul semua tulisan-tulisan saya di blog ini, maka seharusnya pandangan anda pada sesama manusia, kepada agama-agama, berubah, melebur, ke dalam satu kebenaran yang hakiki. Dan Tuhan tidak membeda-bedakan. Karena Dia dan kita adalah SATU.

Yesus adalah simbol Cinta-Kasih. Belajarlah dari Simbol ini, dan temukan kebenaran yang hakiki.
Muhammmad juga sebuah simbol Maha Guru dan Kedamaian. Bejalarlah darinya dan temukan kebenaran yang hakiki.
Buddha adalah simbol dari Ketulusan dan Kemurnian. Belajarlah darinya dan temukan kebenaran yang hakiki.
Hindu adalah simbol dari Kedamaian dan Kejujuran. Belajarlah darinya dan temukan kebenaran yang hakiki.

Pelajari semuanya dan lengkapi pemahamanmu akan kebenaran yang hakiki.
Tuhan, Sang Yang Maha. Tiada apapun selain Tuhan (La Illaha Illallah)

Damai di hati, damai dengan sesama, damai dengan alam. 

OM  Shanti  Shanti  Shanti

19 komentar:

Anonim mengatakan...

saya jd teringat kata2 pak ahok bahwa kebanyakan manusia sekarang itu beragama tapi tidak bertuhan. rasa2nya saya jd paham setelah membaca tulisan anda diatas
tp yg belum bosa saya pahami adalah bagaimana siklus kosmos itu bisa mengibah tingkat kesadaran manusia ? bagaimana ia bekerja?

Erianto Rachman mengatakan...

Silahkan baca tulisan saya yang berjudul "Books of Origin (Part 2)", termasuk jika sempat tontonlah video yang saya muat di situ. Anda akan mengerti bagaiman siklus kosmos itu.

Terima kasih.

Bambang Wijanarko mengatakan...

Dear pak eri. Senang sekali rasanya bisa membca tulisan anda lagi. Saya ada pertanyaan mengenai tuhan yang satu. Tetapi mengapa agama yang diturunkan ke manusia lebih dari satu dan kalau semua agama berasal dariNYA. Mengapa ajarannya terasa ada yg berbeda ? Lalu bagaimana anda menjelaskan 'konsep reinkarnasi' yang tidak dikenal di agama islam tetapi ada diagama lain ?

Erianto Rachman mengatakan...

Halo mobilan koleksiku;

Pertanyaan "Jika Tuhan ada SATU, maka mengapa ada banyak agama di bumi?" adalah pertanyaan pancingan terhadap tulisan saya. Dimana pertanyaan ini sudah saya jawab sendiri.

Ada seorang pembaca yang bertanya hal yang mirip di tulisan saya yang berjudul "The Knowledge"
Akan saya copy-paste di ini;

Erianto Rachman mengatakan...

Manusia hidup di zaman materialisme dimana otak manusia didominiasi oleh otak kiri yang bersifat masculine. Artinya manusia mengutamakan logika, rasional, doktrin, aturan, fisik. Otak manusia secara naluri menolak segala sesuatu yang bersifat abstrak dan spiritual. Manusia akan kurang menerima segala sesuatu yang tidak bisa dilihat, tidak bisa disentuh atau tidak bisa dibayangkan. Manusia akan selalu menuntut per-wujud-an atas segala sesuatu, termasuk TUHAN.

Oleh karena sifat maunsia yang seperti itu, maka agama di bumi ini membawakan ajarannya dalam dua bentuk yang saling berdampingan. Bentuk pertama adalah bentuk yang langsung dapat applicable atau dapat diaplikasikan oleh manusia, misalnya mengenai wujud Tuhan, posisi Tuhan, sifat-sifat Tuhan yang digambarkan atau diberikan nama-nama yang banyak. Juga bagaimana cara menyembah Tuhan, bahkan sampai kepada bagaimana postur tubuh saat berdoa – tangan terbuka menengadah ke atas (Islam), atau terkepal (Kristen), atau tertangkup (Buddha, Hindu) lalu memfokus-kan pikiran kepada permintaan di dalam doa kita tersebut. Manusia menemukan kesulitan dengan tidak membayangkan atau mewujudkan Tuhannya. Bagi mereka, ini tidak masuk akal. Dengan demikian manusia akan selalu mempersonafikasikan Tuhan ke dalam bentuk/wujud yang dapat mereka terima. Mereka juga mengharapkan doktrin. Organized, Ajaran adalah perintah yang harus dijalankan. Terdapat sanksi. Bila baik maka akan begini, bila tidak baik, maka akan begitu. Manusia selalu mengharapkan reward dan punishment. Hadiah (pahala) dan hukuman (dosa). Surga dan Neraka. Hanya dengan cara seperti ini mereka mau menjalankan ajaran agama itu.
Salahkah ini? Tidak.
Ajaran ini diajarkan kepada umat oleh para guru agama. Dan para umat yang hanya mampu menerima ajaran dalam bentuk ini kita istilahkan saja: Umat-1

Bentuk kedua adalah bentuk yang tidak langsung terlihat. Pesan tersembunyi ini hanya dapat diketahui oleh mereka yang jeli dan mempelajari ajaran agama lebih dalam. Di situ ada sebentuk kebenaran. Kebenaran yang hakiki. Ajaran ini diajarkan kepada umat oleh para mereka yang ‘tau’.
Dan para umat yang sudah mampu merima bentuk ajaran ini kita istilahkan saja Umat-2

Untuk agama Islam sendiri, terjemahan Alquran diperuntukkan bagi Umat-1. Coba anda beli semua cetakan terjemahan Al-quran yang ada di toko-toko buku.
Untuk saya sendiri, saya tidak menerima begitu saja terjemahan-terjemahan itu. Maka saya pun melakukan research ke terjemahan dalam bahasa lain, seperti English. Dan ternyata terjemahan dari kedua bahasa itu berbeda. Sekali lagi, bila anda adalah Umat-1, maka terjemahan apa pun cukup. Sedangkan bila anda Umat-2 maka semua itu tidak cukup bahkan terlihat aneh dan banyak mengundang pertanyaan.
Begitu pula dengan tafsir Alquran.

Untuk ajaran Hindu, juga begitu, tapi ada perbedaan. Oleh karena ajaran Hindu sudah ada jauh lebih tua dari ajaran manapun di bumi ini, dimana saya menduga kuat dimasa itu manusia belum terlalu terpuruk ke era materialistis seperti sekarang, dimana otak kanaan mereka masih sedikit lebih aktif daripada manusia sekarang, maka Ajaran Hindu diperkenalkan pertama kali dengan murni dalam bentuk spiritual murni. Tidak ada kiasan, bentukan, doktrin, seperti pada ajaran agama lain yang lebih muda. Adapun demikian, manusia berubah seiring waktu. Manusia menjadi materialistis, sehingga ajaran murni spiritual tersebut dirubah oleh manusia agar lebih “cocok” dan applicable. Contoh jelas adalah pada penerapan Kasta (cast) yang ada dalam kitab Veda. Pada masa sekarang ini pengkastaan sama dengan hirarki, namun yang sesunggunya bukan demikian. Orang lebih senang menerima sesuatu yang hirarkis, konkrit, tanpa mengecek kebenarannya.
Bagaimana dengan Dewa? Hal ini perlu dibahas terpisah.

Erianto Rachman mengatakan...

Untuk ajaran agama Kristen, Mengenai patung Tuhan Yesus. Saya sempat mengadakan diskusi panjang dengan seorang sahabat yang beragama Kristen. Sungguh panjang jika dicertiakan di sini. Namun singkatnya adalah. Ketika nabi Isa / Yesus disalib hidup-hidup, ia berdoa pada Tuhan, “Ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu”. Hal ini sangat luar-biasa. Bagaimana seorang yang sedang disiksa hidup-hidup, tangan-kaki dipaku dan digantung, darah mengalir, kemudian perut ditusuk oleh tombak masih bisa berdoa memohon ampun untuk yang menyiksanya? Tidak ada manusia yang mampu seperti itu. Hanya Tuhan yang mampu seperti itu. Ini adalah wujud cinta kasih Tuhan. Sejak itu Yesus menjadi symbol suci untuk suatu bentuk Cinta Kasih Tuhan yang tidak ada bandingannya di dunia ini. Jadi ia pun dijadikan symbol di manapun. Sampai kedalam bentuk kalung yang dipakai banyak orang. Hal ini sangat bisa dimengerti. Saya menghormati mereka sepenuh hati karena Nabi Isa, Tuhan Yesus adalah Nabi yang merupakan symbol Cinta Kasih terbesar.

Bagaimana dengan Nabi Muhammad?
Ia juga sama uniknya dengan Nabi Isa. Nabi Muhammad membawakan ajaran yang murni spiritual ke pada umat yang bertipe Umat-1. Islam datang pada zaman terakhir dimana manusia berada dalam siklus alam yang terbawah, terpuruk, Iron-Age atau Dark Age. Otak manusia pada zaman ini sudah 100% masculine. Materialistis, logis, memuja doktrin dan aturan. Hanya ada kanan dan kiri, baik dan buruk. Tegas. Sempit.
Bagaimana ia menyampaikan ajaran suci ini kepada umat semacam itu? Dan dalam waktu yang sangat singkat? Menurut saya pribadi, dialah sang Maha Guru. Dialah Nabi besar dengan tugas tersulit Tidak ada yang manusia yang mampu seperti itu. Hanya Tuhan yang mampu!

Jadi, ke-SATU-an yang saya bicarakan di tulisan-tulisan saya harus dipahami dengan menjadi Umat-2. Anda harus meyibak tabir tebal yang menutupi anda. Tabir itu adalah tabir materialistis, tabir doktrin. Anda harus mulai membuka hati. Mulai melihat, mendengar, merasakan, dengan hati. Di sana ada Kesadaran Tuhan (God Consciousness) di sana ada Cinta Kasih Tuhan, sama dengan seperti yang ditemukan/dirasakan oleh Nabi Isa A.S. / Yesus. Dan di sana ada KNOWLEDGE Tuhan, sama dengan yang diketahui oleh Nabi Muhammad SAW.
Anda harus berdamai dengan pikiran anda yang didominasi oleh masculine, penuh dengan ego. Anda harus berdamai dengan hati anda karena di sana ada Tuhan, dan damai dengan sluruh alam semesta (Shanti Shanti Shanti).

Jika anda sudah ‘tau’ dan siap, maka anda akan melihat bahwa semua agama adalah sama. Yang ada hanya Kamu dan Tuhan. Yang ada hanya TUHAN. Dan tidak ada TUHAN selain TUHAN. There is no GOD but GOD. Hanya ada Allah. OM.

Tidak ada benar, tidak ada salah. Semua natural. Semua mematuhi dan berjalan sesuai hukun Tuhan.

Tuhan tidak di sana, tidak di sini, di atas, di bawah, Tuhan ada dimana-mana Tuhan adalah SATU. Dan kita semua beserta seluruh alam semesta eksis pada-Nya. Inilah kebenaran yang hakiki. Tidak semua manusia langsung mau/mampu menerima ini.

Ad-din bermakna = Faith (keyakinan).
Menelaah ajaran agama dari kata-per-kata seperti ini adalah ciri khas manusia materistis / logis. Bahasa adalah salah satu tabir yang menutup anda dalam menjadi Umat-2.
Tidak ada satu Bahasa pun di dunia ini yang mampu dengan sempurna menjelaskan kebenaran yang Hakiki. Tuhan.
Jadi, janganlah bahasa menjadi halangan. hal itu tidak relevan. Jika ingin memahami Tuhan, kebenaran yang Hakiki, anda harus menggunakan bahasa Tuhan. Untuk mengerti Tuhan, gunakan bahasa Tuhan.
Bacalah tulisan saya yang berjudul "New Science: Alchemy". Di sana anda akan tau apa itu bahasa Tuhan. Dan jika anda sudah paham, siap, anda akan mengerti sepenuhnya.

Erianto Rachman mengatakan...

1.
Ya, ritual shalat yang diperintahkan kepada kita adalah bentuk yang sesuai untuk manusia zaman itu hingga sekarang (karena kita masih berada di zaman yang sama. Dengan sifat masculine yang dominan). Dan Ya. Ajaran sebelum Islam adalah ajaran yang lebih terbuka spiritualnya. Namun saya tidak dapat mengatakan semurni apa.
Jika anda membaca tulisan saya yang berjudul “Books Of Origin” Part 1 dan Part serta menonton video “The Pyramic Code” yang saya tampilkan di situ, maka anda bisa menyimpulkan kapan ajaran spiritual murni pertama kali muncul.

2.
Seperti yang dikatakan Sufi Master, Llewellyn Vaughan-Lee dalam sebuah wawancara (Wawancara ini bisa anda tonton di dalam tulisan saya yang berjudul “Cosmic Religion”) ia mengatakan bahwa hanya ada satu yang harus kita lakukan kepada anak kita, yaitu “To love them”. Mencintai mereka. Hanya itu yang harus dilakukan. Karena ada Tuhan di dalam diri kita. Dan seperti Nabi Isa dan Muhammad yang mencintai umatnya, sampaikan pengetahuan dengan cinta kasih.

Saya mencintai anak saya dari “hati”. Saya juga mendoktrin anak saya seperti Nabi Muhammad mendoktrin umatnya. Namun saya juga memperkenalkan pengetahuan lain seperti Nabi Muhammad mengajarkan kepada umatnya.

Anak kita hidup di zaman dark age. Zaman materialistis dan doktrin. Tidak bisa dihindari bahwa anak mendapatkan doktrin di sekolahnya. Dan jika kita tidak pintar bersikap, anak akan bingung. Maka saya membiarkan anak saya berlaku seperti ajaran sekolah, namun juga perlu dibuka hati sejak dini.
Ingat, anak kita lahir dengan masculine feminine (walaupun feminine-nya tidak terlalu kuat), maka dari yang masculine ia mendambakan permainan fisik, keteraturan, dan logika. Sedangkan dari feminine, ia mendambakan cinta, seni dan ketercurahan imajinasi. Kita harus memahami kebutuhan ini dan memberikannya.

Saya melakukan ibadah bersama anak, seperti yang diajarkan di sekolahnya. Akan tetapi anak saya tau dan mengerti bahwa saya juga melakukan aktivitas spiritual (meditasi) secara rutin diwaktu-waktu tertentu. Saya berdoa dengan cara yang tidak ia temukan di sekolah. Saya memejamkan mata dan tertunduk hormat ketika saya melewati masjid, pura, wihara, dan gereja. Saya bersahabat erat dengan mereka yang sama maupun beda agama. Saya mengajarkan anak saya untuk turut berhagia (me-rasa-kan kebahagiaan) jika tetangga sebelah rumah sedang berbahagia merayakan natal. Anak saya bertanya mengapa harus ber-laku seperti itu? Dan saya selalu terbuka menjelaskannya kepada anak saya, bahwa yang terpenting dari semua ajaran di dunia ini adalah kebahagiaan – hati yang bahagia. Simple, jika orang memiliki hati yang berbahagia, maka ia akan berperilaku baik kepada sesama. Jadi, semakin banyak orang bebahagia, semakin baik. Agama tidak memisahkan kita dari yang lainnya. Salah-benar, kaya-miskin, tidak relevan. Saya juga memperkenalkan anak saya untuk menjadi dermawan sejak dini. Dengan aktif memberi/berdonasi maka kita membuat orang lain berbahagia. Baik di lingkup kecil (lokal) maupun internasional. Kita membagi kebahagiaan dengan orang lain. Lagi-lagi, tidaklah penting apa agama orang yang kita bantu. Semakin banyak orang yang tersentuh hatinya karena bantuan kita, maka mereka akan bahagia. Dan bahagia menghasilan kebaikan di dunia ini.

Sekarang anak saya berumur 10 tahun. Apa yang saya ajarkan padanya cukup sampai di situ dulu. Akan ada saatnya ia saya ajarkan lebih banyak.
Jadi, ya. Saya pasti akan membawa dia untuk kebenaran yang hakiki. Saya akan bukakan pintu, namun perjalanan spiritual adalah perjalanan individu. Pada saatnya nanti dia harus mengarungi lautan luas itu sendiri.

Anak adalah cinta.
Cinta adalah kebahagiaan.
Kebahagiaan adalah kebaikan.
Dan kebaikan menumbuhkan cinta.
Anak akan mengerti cinta dan kebenaran yang hakiki.

Erianto Rachman mengatakan...

Mengenai reinkarnasi:
Jika anda mendalami betul penjelasan saya yang di atas mengenai runutan agama yang muncul yang dihubungkan dengan waktu dan tingkat kesadaran manusia pada saat itu, maka reinkarnasi adalah suatu peristiwa yang terbuka bagi manusia terdahulu, namun dirahasaiakan bagi manusia yang lebih kini.

Terbuka bagi ajaran agama terdahulu karena memang manusia kala itu memiliki kesadaran yang labih tinggi sehingga mereka mendalami lebih jauh mengenai kehidupan setelah mati dan ruh (mistis). Mereka merasa hal itu adalah penting dan menjadi kebutuhan.

Sedangkan manusia kini memiliki tingkat kesadaran yang lebih rendah sehingga tidak mendalami kehidupan sesudah mati seperti mereka, dan ruh menjadi rahasia terbesar Tuhan. Inilah menurut saya alasan mengapa ajaran agama terkini tidak membuka pengetahuan banyak terhadap ruh.

Ajaran agama terkini, seperti Islam jika anda mendengar ceramah agama, khotbah, dakwah, bahkan jika anda membaca Al-Quran, maka anda akan banyak mendapatkan / menangkap pesan "Syariat" atau aturan-aturan di dalamnya.
Mengapa begitu? karena memang itulah yang cocok atau pas untuk manusia sekarang.
Mengapa? Sudah saya jelaskan di atas, karena tingkat spiritual kita tidak seperti manusia terdahulu.

Islam juga mengajarkan yang mistis seperti ajaran agama terdahulu, namun hal ini di-simbol-kan ke bentuk perilaku atau ritual yang dapat diterima oleh kita.
Jika anda mendalami betul dan menyingkap semua lapisan tabir simbol yang ada, maka Islam pun pada prinsipnya sama mistis-nya dengan ajaran-ajaran terhadulu.

Apakah anda bisa memahami penjelasan saya ini?

So, apakah saya percaya reinkarnasi? Ya.
Apakah penting dan releven buat anda? mungkin.
Apakah penting dan relevan bagu semua orang? tidak. dan Tidak salah juga tidak mengetahuinya. Toh tidak bisa dibuktikan (mistis).

Say aakan berikan satu contoh simbol di dalam ajaran agama yang paling sering kita dengar.
"Tuhan Maha Esa"
Secara logika bahasa manusia sekarang, ini berarti Tuhan adalah Maha Satu.
Secara logika teknis, ini berarti Hanya ada satu Tuhan. Maka tidak ada Tuhan lain selain Tuhan yang Ini.

Apakah arti sesungguhnya (hakiki) dari simbol "Tuhan Maha Esa" di atas?

--- Tidak ada apapun selain TUHAN ---

Anda mengerti maksud dari kalimant di atas?
Bila ragu, silahkan baca-baca lagi tulisan-tulisan saya sebelumnya.

Terima kasih.
Salam,

Unknown mengatakan...

dear: pak eri
beruntung sekali bs menemukan blog human_earth ini. slama ini jika menyangkut Agama atau kepercayaan saya d sodori dg dogma-dogma. ada perasaan tidak puas tapi dogma-dogma itu seolah tdk memperbolehkan kita untuk bertanya atau mempertanyakan. tpi stelah saya membaca tulisan bpk, saya sadar bhwa kebenaran hakiki itu harus d cari bukan dtelan begitu saja tanpa kita mengerti apa yg kita telan itu.
The symbol ini adalah salah satu tulisan favorit saya.
terima kasih sudah mau membagikan tulisan-tulisan bapak. saya slalu menunggu tulisan bpk selanjutny.

Anonim mengatakan...

permisi
saya pernah mendengar di radio, sebuah cerita agama. saya bingung bagaimana menyampaikannya, pokoknya cerita itu menyampaikan kalau ketaatan, kepercayaan, iman itu tidak perlu ada keraguan, maksud saya tidak perlu dipertanyakan kenapa kita harus melakukan ini, itu, tidak boleh melakukan ini itu dan sebagainya. segalanya dilakukan hanya karena kita percaya (saya bingung mau pakai kata apa) pada Tuhan mak kita melakukannya, bukan karena hal lain.

misalnya Tuhan memerintahkan kita makan, ternyata kita tahu kalau kita tidak makan kita akan sakit, jadi kita makan, tapi kita makan bukan karena takut sakit, melainkan karena Tuhan memerintahkan kita untuk makan. Jadi seandaikan kita tidak tahu kalau kita tidak makan kita akan sakit, kita tetap akan makan, karena tuhan memerintahkan untuk makan tanpa perlu kita mempertanyakan kenapa harus makan.

saya sempat membaca tulisan-tulisan bapak (maaf saya panggil bapak, saya tidak tahu harus panggil apa) sebelum-sebelumnya dari Braneworld sampai tulisan bapak yang ini. sebagian saya agak lupa apa isinya dan kebanyakan saya masih tidak begitu paham, mungkin karena belum waktunya saya untuk paham. Saat saya membaca tulisan-tulisan bapak saya merasa kalau saya sepikiran dengan bapak, itu kenapa saya terus membaca walaupun ada banyak hal yang masih tidak saya pahami. saya ingin tahu bukan sekedar menjalankan, mungkin begitu singkatnya. Tapi sekarang saya bingung

Anonim mengatakan...

Tentang tulisan ini
saya ingat pernah mendengar entah diradio atau di TV, saat kita beribadah atau melakukna suatu pekerjaan kita melakukannya hanya karena Tuhan, bukan karena mengharap pahala dan surga atau takut neraka atau lainnya. saya juga ingat disiaran itu sedikit menyinggung lagu "jika surga dan neraka tak pernah ada" saya rasa saya mulai mengerti tulisan bpk yang ini.

saya pernah berpikir, kalau semua orang berpikiran baik dan melakukan hal baik, apakah kita masih perlu membaca kitab suci. karena kitab suci pun berisi perintah untuk melakukan kebaikan, seperti saling memberi, saling menyayangi, jangan malas-malasan, jangan membunuh dan sebagainya.

Erianto Rachman mengatakan...

@rinai yaa:
Terima kasih telah membaca tulisan saya.

Erianto Rachman mengatakan...

@Rizqi Maulana:

Terima kasih telah membaca tulisan saya.
Maaf, yang belum paham yang mana? Bisa lebih spesifik pertayaannya sehingga saya bisa memberikan jawaban yang baik?

Saya berkeyakinan bahwa pahala, dosa, surga, neraka, tidak relevan. Karena jika anda sudah mengetahui dan memahami kebenaran yang hakiki, maka anda mencintai Tuhan tanpa syarat apa pun. Dan hubunganmu dengan Tuhan adalah yang terpenting.

Kebenaran yang hakiki adalah bahwa Tuhan itu SATU. Bukan tidak ada Tuhan selain Allah, melainkan "Tidak ada Tuhan selain Tuhan." Dan lebih dalam lagi, "Tidak ada APA PUN selain Tuhan."
Saya berani mengatakan, hanya 1 dari 100,000 orang benar-benar memahaminya.

Seluruh tulisan saya adalah mengenai Ke-Esa-an Tuhan.
Jika Tuhan itu satu maka semua agama juga sama. Semua merujuk pada Zat yang sama.

Memahami kebenaran yang hakiki menjadikan anda seorang yang tercerahkan dan memiliki kesadaran yang lebih tinggi.
Ciri-ciri orang yang demikian adalah;
Ia tidak membedakan orang-orang dari ras, warna kulit, agama, suku, bangsa. semua sama.
Ia akan menjadi manusia yang penuh cinta kasih. berhati lembut, halus, pengasih dan penyayang.
Ia tidak ragu sedikitpun akan kehidupannya dan berserah diri secara total kepada Tuhan.

Bukankah itu tujuan agama? Jika seorang yang taat beragama tidak menjadi seperti itu, maka ia sama sekali belum mamahami kebenaran yang hakiki.

Salam cinta,
ER

Anonim mengatakan...

Tulisan pertama yang saya baca diblog ini tentang braneworld, waktu itu saya sedang mencari artikel tentang gravitasi. Setelah membaca blog ini, saya mulai mencari tentang penciptaan alam semesta dari sudut pandang sains dan islam. Awalnya saya tidak berpikir blog ini mengarah ke "mencari kebenaran yang hakiki" seperti yang sering saya baca diblog ini

jadi untuk sementara yang ingin saya pahami yaa hanya sesuatu seputar sains dan alam semesta itu. Tapi saya tidak ingin bertanya tentang itu disini, mungkin sebaiknya saya bertanya ditulisan lain yang bersangkutan.

Soal "kebenaran yang hakiki" itu
mohon maaf kalau pertanyaannya agak sedikit menyinggung, tapi pernah gak sih bpk merasa atau berpikir seperti "apakah yang saya lakukan ini benar (terutama saat mempelajari tentang agama lain, dan seperti mempercayainya kebenarannya)" atau "apakah saya perlu mencari kebenaran yang hakiki itu", soalnya saya pernah merasa begitu saat membaca beberapa tulisan disini. alasannya sudah saya ungkapkan sebelumnya, jika saya ingin jadi yang taat yaa jangan banyak tanya.
Tapi dilain hal membaca tulisan-tulisan ini, mencari dan berusaha memahami kebenaran yang hakiki, bisa dibilang sedikit memperbaiki hidup saya, dan saya sangat berterima kasih untuk itu.

untuk hal lainnya yang tidak saya pahami seperti soal ke-Esaan Tuhan dan lain-lainnya, mungkin lama kelamaan saya akan paham kalau saya sudah lebih dewasa.

Erianto Rachman mengatakan...

@Rizki Maulana:

Pengetahuan datang hanya kepada orang yang bertanya. Bukan kepada orang yang patuh.
Jika hati tergerak untuk tahu, maka bertanyalah.
Saya hanya menantikan pertanyaan. Saya tidak akan memberikan jawaban tanpa pertanyaan.

20 tahun lebih masa perjalanan saya mencari jawaban yang benar-benar pas. Bagaimana mengatahui bahwa sesuatu itu "pas"?
Adalah dengan mempercayakan pada hati nurani saya. Karena Tuhan ada di hati.
Tuhan ada di mana-mana. Dan Tuhan itu SATU.

Apakah saya sempat meragukan pencarian saya? Tidak. karena justru keraguan ada jika saya tidak mencari. Dan saya bukan orang yang patuh kepada manusia. Saya hanya patuh kepada Tuhan.

Selamat mencari.

misMawlay mengatakan...

Salam kenal, mas Erianto. Terimakasih sudah berbagi pengetahuan melalui blog anda. Saya sudah membaca beberapa tulisan mas Eri dan sy menikmatinya. Secara umum tema2 sprti itu bukan hal yg baru bagi sy, tetapi secara khusus adl hal yg baru. banyak sesuatu yg baru yg brharga yg saya dapatkan dengan membaca tulisan2 anda, dan sejauh ini sy mengaminnya (sepakat). Mencerahkan.
Saya sendiri megidentifikasi diri sy sebagai "pencari" kalo belum bisa disebut penempuh jalan spiritual. Karena sy benar2 perindu kebenaran sejati. Dan jalan itu insyaAllah sy temukan dan sdg sy jalani, meskipun hingga kini terasa berat menapakinya. Berat karena adanya kemelekatan, tentunya. Kemalasan adl salah satu bentuk kemelekatan itu. Tetapi sy mencintai jalan sy. Dan membaca tulisan mas Eri memberikan motivasi di saat sy sedang malas menapaki jalan spiritual, utk terus lebih bersemangat.
Satu hal lg, sy kira tulisan2 mas eri bagi sy tdk bertentangan dg ajaran Islam bila belajar islam lbh dalam (kesimpulan sementara saya krn sy blm membaca smua tulisan mas eri), krn sesngguhnya islam bukan hanya berisi syariat, tetapi juga hakikat atau mistis, sbgmana para sufi memahaminya.

Salam kenal

Erianto Rachman mengatakan...

@misMawlay:

Terima kasih sudah membaca tulisan saya. Sangat-sangat saya hargai itu.
Tulisan saya sama sekali tidak bertentangan dengan Islam, atau agama apa pun.
Memang perlu sedikit lebih penghayatan saja.
Saya ucapkan selamat bila anda mampu berkata bahwa anda adalah seorang pencari. Maka carilah apa yang akan menenangkan hati nuranimu. Jangan berhenti. :-)
jika ingin bertanya, saya ada. Temui saya di sini, di email, di facebook, atau bergabung di dalam group Human Earth di facebook.

Salam,
Eri

misMawlay mengatakan...

Terima kasih Mas Eri, sdh membalas komentar saya. Sy sangat senang mas Eri mempersilahkan saya untuk bertanya. Semoga suatu saat sy bs berdiskusi dg mas Eri.

Salam.
MisMawlay

Erianto Rachman mengatakan...

@misMawlay:
Terima kasih kembali. Saya tunggu diskusinya. :-)