Sabtu, 07 Mei 2016

The Pianist

Sang Pianis



"Together we write divine songs."


Ini adalah tulisan pertama saya setelah transformasi hati, dimana saya sudah mengakhiri penulisan saya, namun ada peristiwa lain yang merupakan rangkaian dari peristiwa sebelumnya. Dan saya hanya mengikuti-Nya saja.. Tulisan ini semoga menjadi pelipur kerinduan.

---------------------

Terdapat dua belas nada dalam satu oktav. Hanya dua belas. Itulah batasan. Itulah ruang lingkup. Itulah semesta.

Seorang anak menghabiskan lima tahun mempelajari bagaimana memainkan sebuah piano. Dari usianya yang sangat belia, ia mulai diperkenalkan kepada sebuah alat musik yang dinamakan piano. Terdapat 7 1/4 oktav pada piano. Masing-masing oktav memiliki dua belas tangga nada. Itulah semesta piano.

Si anak mahir membaca partitur piano dan ia mempelajari berbagai macam lagu yang diperkenalkan oleh gurunya kepadanya. Ia menyukai genre musik klasik. Jari jemarinya menjadi lincah menari-nari di atas tuts putih dan hitam itu. Keduanya berkomunikasi dalam nada-nada musik yang indah. Ia mahir memainkan banyak lagu klasik, dari mulai yang paling sederhana seperti Minuet hingga Turkish March, dan setiap orang yang mendengarkan dan melihat permainannya pasti kagum dan terpukau.

Kemudian si anak beranjak remaja, hidup masa remaja dipenuhi permainan bersama teman-teman dan sedikit kenakalan. Ia masih menikmati memainkan pianonya, tetapi ia sekarang memainkan banyak genre populer. Ia pun mulai menggubah lagu-lagu popnya sendiri yang ia mainkan dan nyanyikan bersama teman-temannya, juga di atas panggung bersama teman band.

Si anak beranjak dewasa, ia memasuki masa kuliah di sebuah universitas. Ia membawa serta pianonya. Masa-masa ini dipenuhi dengan perubahan dalam hidup yang menjadikannya sosok pemuda yang berbeda dari sosok remajanya. Musiknya pun lebih banyak diwarnai genre Rock dan Jazz.

Si anak adalah seorang pianis handal, menghasilkan banyak karya musik. Ia adalah seorang penghibur yang dikagumi banyak orang. Namun dari semua lagu yang ia mainkan, ia tetap harus patuh pada batasan yang ada, yaitu dua belas tangga naga. Manusia sudah cukup terpukau dengan betapa indahnya musik yang dapat di hasilkan oleh manusia. Hampir tak hingga jumlahnya. Dan sudah ada milyaran lagu ditulis oleh manusia di dunia ini yang masing-masing adalah unik.

Musik, adalah satu contoh terbaik dalam menyampaikan pesan penting saya kepada anda, mengenai sesuatu yang sangat kaya akan variasi yang dihasilkan dari kombinasi imajinasi, kreatifitas, inovasi, dan perasaan. Dengan hanya dua belas nada, namun ditambah gaya dan rasa akan menghasikan tak berhingga karya musik. Inilah kekuatan seni. Manusia diberikan kemampuan otak yang sangat hebat untuk menghasilkan karya seni yang megah dan tak terhingga.

Memiliki jiwa seni seperti ini adalah sebuah kehidupan bebas tanpa batas. Kau bisa menentukan nadamu sendiri tanpa ada seorang pun yang mencegahmu. Dan kau menentukan sendiri karya musikmu. Kaulah penentu masa depanmu!

~~

Beberapa tahun setelah itu, di suatu pagi yang biasa, sang Pianis menjatuhkan sepiring roti yang akan ia makan sendiri, tiba-tiba tubuhnya merasa bergetar, ia merasa lemas, ia pun terjatuh bersimpuh di lantai dapurnya. Dadanya terasa sesak. "Ada apa ini?" Tanyanya pada diri sendiri. Kepalanya jatuh, dahinya bersentuhan dengan lantai. "Apa yang terjadi padaku?"

15 menit ia seperti itu, lalu ia mulai merasakan kehampaan yang perlahan menusuk di dalam dadanya. Dadanya bertambah sesak, nafasnya menjadi berat. Ia merasa kesepian yang dahsyat. Air matanya mulai menetes, semakin deras membasahi pipi. Ia tutup wajahnya dengan kedua telapak tangan sambil berteriak dalam tangis yang semakin menderu.

"Ada apa ini?... ada apa ini?..." serunya dengan suara lengkingan yang hampir tak terdengar.

"Aku merasa sepi!.... Ya Tuhan... mengapa aku merasa sangat kesepian seperti ini?"

Ia berusaha mengingat orang-orang di dekatnya, termasuk kekasihnya, orang tua dan sanak saudara. Tetapi bukan mereka yang ia rindukan. Bukan mereka yang ia butuhkan saat ini. Ia belum pernah mengalami peristiwa ini sebelumnya.

30 menit, 1 jam... ia masih pada posisinya di lantai dapur dengan dahi menempel ke lantai yang sudah basah dengan air matanya dan tangisan tersedu-sedu yang belum berhenti.

Kira-kira setelah dua jam berlalu, tangisannya berhenti, pandangannya buram, kepalanya terasa pusing dan berat. Ia berbaring terlentang di atas lantai, matanya memandang kosong langit-langit ruangan. Lalu ia menoleh ke arah pianonya. Ia pun berusaha bangkit, sambil berpegangan pada perabotan di dekatnya, melangkah perlahan menuju alat musik yang telah menemaninya selama puluhan tahun hidupnya itu.

Ia duduk di kursi dan mengangkat tangannya di atas tuts piano. Ia tidak melihat, pandangannya terlalu buram untuk melihat apa pun. Ia pejamkan matanya, lalu dengan satu jari telunjuk ia tekan satu tut secara acak. Lalu satu lagi, dan lagi.. perlahan... perlahan... sangat pelan... Ia tidak tau apa yang ia mainkan. Hanya tiga nada yang ia tekan sekarang, lalu ia berhenti.

Kemudian ia coba lagi. Tiga nada yang sama. Air matanya mulai menetes lagi... Rasa haru yang datang sekarang... rasa haru yang sangat dalam... Ini adalah rasa dari sebuah pertemuan. Pertemuan dengan sesuatu yang sudah sangat lama tidak ia jumpai.

"Oh... kerinduanku itu... adalah kerinduanmu...!"


"Pianisku, kau telah banyak menggubah karya-karya indah yang telah menjadikan dunia ini lebih indah, lebih berwarna, berirama. Kau telah membuat banyak hati berbahagia dan terguguah. 
Kau adalah insan seni yang tak kenal lelah. Kau adalah insan bebas merdeka yang mengarungi alam tanpa batas ini dengan karya-karya senimu yang teramat indah.  
Kau yang telah membuat dedaunan tumbuh dengan keindahan lantunan nada-nadamu, membuat bunga-bunga bermekaran, membuat angin bertiup mesra, dan sinar matahari menyinari hati-hati manusia yang tulus. 
Kau menggerakkan gunung-gunung, mengaliri sungai-sungai, menurunkan hujan dan membasahi bumi dengan karya kasihmu. 
Pianisku, kau yang telah membuatku menjadi sangat indah dan cantik di hadapan seluruh penghuni alam ini. Kau telah membuatku bersemayam di dalam hati setiap manusia. 
Kaulah yang selalu mengirimkan padaku rasa cinta dan kasih yang tak terkira ukurannya. 
Aku merindukanmu. 
Sekarang rasakanlah aku."

Sang Pianis telah mengalami peristiwa pertemuan dengan sang illahi. Matanya tetap terpejam, sambil beberapa bulir air mata jatuh ke pipi. Ia resapi rasa yang belum pernah ia rasakan ini. Ia tempatkan kembali kedua tangannya ke atas tuts, lalu dengan hati-hati ia tekan nada demi nada penuh perasaan. Otaknya diam. Kosong. Ia tidak berpikir sama sekali. Hanya ada rasa haru yang tak mungkin dapat terucapkan oleh bahasa apa pun. Ia ikuti rasa itu dari hati, tersalur ke jemarinya lalu ke pianonya.

Ia memainkan nada cinta. Setiap nada membawa rasa haru dan kerinduan yang mendalam. Tidak banyak nada yang ia mainkan. Sangat sederhana.


"Tuhanku... aku sambut kerinduanmu. Aku pun sangat merindukanmu. Aku di sini. Aku akan selalu ada di sini menemanimu, dan kau menemaniku. 
Jika aku menyadari hal ini dari dulu, aku tidak butuh nada yang banyak untuk menyambutmu. Karena kau merindukanku di setiap kesederhanaanku. Maafkanlah aku yang tidak menyadarinya.
Aku merasakan keharuan dan kebahagiaan yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Membuncah, berkelimpahan dan tak dapat kubendung. 
Terimalah cintaku ini, aku pasrahkan seluruh hidupku untukmu. 
Dan aku hanya akan memainkan nada-nadamu."

---------------------

Beberapa pembaca meminta kepada saya untuk menuliskan artikel yang lebih mendekati pada kejadian sehari-hari, atau kondisi sekeliling yang tengah terjadi, artikel yang dapat diaplikasikan langsung. Namun dengan berat hati dan permohonan maaf kepada mereka, saya tidak dapat dan tidak akan melakukannya. Anda akan memahami alasan saya dengan membaca tulisan-tulisan saya.

Kisah-kisah di dalam tulisan-tulisan saya seluruhnya adalah pengalaman pribadi yang sesungguhnya bersifat sangat personal. Saya berusaha menggunakan simbol-simbol agar dapat menjadi bacaan yang mudah dinikmati. Saya berharap anda dapat mengikutinya secara perlahan.

Bila anda dalami tulisan-tulisan saya, maka akan dapat ditemukan jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan anda. Sebagai contoh, ada pembaca yang bertanya mengenai Free Will dan Takdir. Apakah takdir sudah ditentukan oleh Tuhan sehingga manusia tidak lagi dapat menentukan jalan hidupnya sendiri? Cerita di atas bisa digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Manusia dengan segala kemampuannya dalam sains dan teknologi akan selalu memiiki batasan, batasannya adalah hukum alam itu sendiri. Karena manusia eksis di alam yang memiliki hukum tertentu. Keputusan manusia akan hidupnya adalah keputusan bebas yang boleh diambilnya. Apapun itu. Namun akan selalu ada batasan. Seperti pada kisah sang Pianis di atas. Dengan semesta 12 nada, terdapat pilihan karya musik yang seolah tak terhingga jumlahnya.

Jika seseorang menghasilkan sebuah lagu A, ia bertanya, "Apakah sudah ditakdirkan bahwa saya akan menciptakan lagu A, bukan B?"

Apakah petanyaan itu masih relevan ketika sang Pianis bertemu Tuhannya lalu dengan penuh kesadaran mendeklarasikan, "Dan aku akan selalu memainkan nada-nadamu."?

Manusia diberi kemampuan bermanifest ke alam ini dan menyusun konstruksi masa depannya. Hal ini seperti seorang Pianis yang menggubah musik dengan bebas dan menghasilkan karya-karya agung. Anda pun bebas melakukannya dan memiliki kemampuan untuk menentukan jalan hidup anda sendiri..

Kala seseorang menyadari kebenaran yang hakiki, dan dirindui oleh Tuhan, lalu merasakan keharuan, kerinduan, dan kecintaan yang sangat dalam melalui sebuah peristiwa besar yang merubah hidupnya secara total, maka pertanyaan takdir dan free will menjadi ilusi. Pertanyaan itu tidak lagi relevan 

Kisah di atas juga dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan lain tergantung kapan anda membaca tulisan ini kembali di masa yang akan datang.
Manusia memiliki kemampuan yang tak terbatas, di semesta yang terbatas. Namun semakin tinggi kemampuan manusia, semakin tinggi tingkat kesadarannya, maka akan memahami sesuatu yang tidak dapat lagi dijelaskan oleh logika. Atau logikanya harus berubah dan harus melibatkan rasa yang halus untuk benar-benar memahaminya. Inilah kepahaman illahi (Divine Knowing).

Setiap pelaku spiritual akan mengalami serangkaian peristiwa penting dalam hidupnya yang merubah dirinya secara total. Peristiwa itu unik bagi masing-masing.

Perdamaian dengan alam. Merasakan kehadiran illahi di seluruh alam ini lalu berdamai dengan mereka semua. Merasakan kebahagiaan, cinta dan kasih Tuhan dari semua penghuni alam ini.
Perdamaian dengan sesama manusia. Manusia adalah makhluk spiritual dengan pengalaman duniawi. Terdapat kualitas illahi di dalam setiap manusia. Ada Tuhan di dalam setiap manusia. Memberikan dan merasakan rasa cinta dan kasih Tuhan kepada dan dari mereka. Lalu menemukan yang membantumu menghadapi transformasi hati, dan mencerahkan hati manusia lainnya bagaikan kupu-kupu yang hinggap di bunga-bunga.
Perdamaian dengan Tuhan. Seperti yang dialami sang Pianis.

---------------------


"Are you searching for the river of your soul? Then come out of your prison. Leave the stream and join the river that flows into the ocean."
"Apakah kau sedang mencari sungai jiwamu? Maka keluarlah dari penjaramu dan bargabunglah ke dalam sungai yang mengalir ke lautan itu."

“Out beyond ideas of wrongdoing and rightdoing there is a field. I'll meet you there."
"Di luar gagasan mengenai perbuatan benar dan salah, terdapat sebuah padang. Aku akan menemuimu di sana." 

"The minute I heard my first love story, I started looking for you, not knowing how blind that was. Lovers don't finally meet somewhere, they're in each other all along."
 "Ketika aku mendengarkan kisah cinta pertamaku, Aku mulai mencarimu, tanpa mengetahui betapa butanya hal itu. Sepasang kekasih tidak bertemu di suatu tempat, mereka sudah ada di dalam diri masing-masing."


~ Rumi ~ 

---------------------

ER 

  

1 komentar:

Hafidz Hartono mengatakan...

Speechless... Hanya rasa haru menderu dalam qalbu setiap membaca tulisan Mas Erianto..

Namasté....