Selasa, 12 Mei 2015

The Mystery of Subtleties





"Listen to the language of God."


Edisi 2


Pada suatu hari anak saya yang berusia 11 tahun bertanya kepada saya, "Bagaimana hewan berbicara di antara mereka?" Saya menjawab, "Dengan rasa."

Perbincangan kami berlanjut dengan sangat menarik. Tentunya sebagian dari pembaca pun ingin melanjutkan pertanyaan itu dengan, "Apa yang dimaksud 'dengan rasa' itu?" Saya pun menjelaskan bahwa hewan dapat menyampaikan rasa dan emosi kepada hewan lainnya, seperti rasa lapar, rasa senang, rasa cinta, rasa marah, dll. Mereka memiliki naluri dan instinct untuk berkomunikasi dengan cara itu. Dan banyak juga cerita yang kita lihat di televisi dan majalah mengenai anjing peliharaan yang mengerti emosi majikannya, sehingga anjing itu dapat bereaksi seolah-olah sudah diberikan instruksi padanya. Saya pernah memiliki anjing peliharaan beberapa tahun lamanya dan apa yang saya amati memang demikian. 

Di tahun 1999, saya masih tinggal di kota Malang. Saya memiliki seekor anjing peliharaan. anjing ini baru berusia satu tahun. Sangat lincah dan riang setiap saat. Suatu hari, anjing yang biasanya ceria itu berdiam diri di pojok halaman belakang rumah, membisu, dan tubuhnya bergetar seperti menggigil kedinginan. Saya bingung melihatnya dan sangat khawatir ia mengalami masalah medis atau keracunan, atau penyakit lainnya.

Kira-kira 30 menit kemudian, saya mendengar tetangga saya berteriak di luar rumah dan saat saya berlari ke depan rumah, sudah banyak orang yang berada di jalan. Mereka berteriak, "Banjir!... banjir!". Rumah saya tepat berada di depan sebuah sungai kecil yang tidak pernah selamanya penuh dengan air. Namun pada hari itu, tanpa hujan, tanpa ada pertanda apapun, datang air dari hulu dalam jumlah sangat besar. Sungai tidak mampu menampung air tersebut. Hari itu rumah saya terbanjiri air hingga setinggi betis.

Kami, para warga bertanya-tanya mengapa bisa terjadi banjir seperti ini. Setelah kami telusuri lebih jauh, ternyata di ujung lain sungai tersebut, tidak jauh dari komplek perumahan kami, badan sungai ditutup sementara separuhnya dengan sengaja oleh pekerja pembangunan sebuah gedung untuk menempatkan penyangga (scaffolding) . Oh jadi inilah penyebab mengapa tiba-tiba sungai dipenuhi air dengan sangat cepat dan tidak bisa tertampung.

Bagi saya, misteri tidak berhenti sampai di situ. Saya kembali teringat kondisi anjing saya. Dalam kondisi rumah penuh air itu, anjing saya sudah kembali ceria dan tampak menikmati air yang hampir menutupi seluruh badannya itu. Saya sempat berpikri, "Hanya kamu yang menikmati kondisi ini, eh?..."
Saya yakin bahwa anjing saya sudah tau bahwa akan ada banyak air yang datang ke rumah kami, yang membuatnya sangat ketakutan. Ia tau apa yang akan terjadi. Ini adalah salah satu contoh nyata bagaimana hewan mampu berkomunikasi dengan sesamanya, juga dengan alam di sekitarnya. Tidak ada keraguan di diri saya mengenai hal ini setelah apa yang saya saksikan sendiri.

Kali ini adalah kejadian yang terjadi baru-baru saja. Di rumah kami yang sekarang, di teras lantai dua, kami menanam pohon-pohon kecil tetapi cukup rindang. Pohon ini tidak besar, hanya 2 meter tingginya. Bahkan banyak pohon-pohon lain yang lebih besar dan rindang di taman di depan rumah. Minggu lalu secara kebetulan saya melihat sebuah sarang burung! Saya mengambil foto sarang itu dari atas, dan terdapat 2 buah telur di dalamnya. Kami sekeluarga sangat senang dan bahagia.

Anak saya bertanya, "Mengapa burung itu memilih membuat sarang di teras belakang rumah kita?"

Saya berpikir sebelum menjawabnya. Ingatan saya kembali ke masa lalu dimana anak saya pernah bertanya mengenai bagaimana cara hewan berkomunikasi. Dan saya juga teringat kembali kejadian dengan anjing peliharaan saya. Banyak juga kejadian-kejadian serupa yang saling berhubungan, terutama dengan apa yang pernah diajarkan oleh guru spiritual saya.

Saya pun menjawab, "Burung itu pastilah merasa aman di tempat ini."
Dan ia kembali bertanya, "Tetapi di rumah ini kan ada kita?"

Ya, tentu saja. Kita akan berpikir bahwa burung itu pasti tidak akan memilih tempat untuk bersarang di tempat yang sangat dekat dengan manusia seperti ini. Maka saya menjawab, "Berarti burung itu tidak merasa kita sebagai ancaman."
Pembicaraan pun berlanjut dengan segala kemungkinannya...

Kami selalu memperhatikan dari balik jendela situasi sarang itu dari hari ke hari. Tampak induk burung datang mengerami telur di siang hari, kemudian pergi dan kembali.

Suatu hari kemudian setelah saya pulang dari olahraga pagi, saya sarapan di teras tersebut sambil menikmat udara luar. Setelah saya sarapan saya melakukan meditasi. Kemudian terjadi pergerakan di pucuk pohon dimana sarang itu berada. Jaraknya hanya 3 meter dari posisi saya. Saya penasaran dan melihat ke arah sarang itu. Tidak ada induk burung. Lalu saya mengambil kamera dan mengambil fotonya sekali lagi.

Telur sudah mentas! ada 2 burung di dalamnya. Saya kagumi sejenak apa yang sedang terjadi. Tidak pernah saya alami hal ini sebelumnya, berkesempatan melihat sendiri suatu fase kehidupan burung dari mulai telur hingga menetas. Lalu saya melanjutkan meditasi. Beberapa menit kemudian terjadi pergerakan lagi, kali ini lebih ramai hingga dahan sedikit bergoyang-goyang. Anak-anak burung itu merasakan sesuatu!.

Kamudian beberapa detik kemudian, sang induk datang membawakan makanan untuk anak-anaknya! Anak-anak burung tau bahwa induknya akan datang. Terjadi komunikasi di antara mereka. Di saat yang sama, terjadi koneksi di hati ini dengan seluruh alam di sekitar saya. Saya tidak bisa menceritakannya dengan baik. Namun akan saya katakan, ada rasa yang sangat halus, terlalu halusnya sehingga hampir tak terhiraukan atau tak terasakan oleh saya. Rasa itu hanya muncul sesaat. Kata yang tepat untuk rasa ini adalah 'ketenangan', yang kemudian terproses dalam otak saya menjadi 'kebahagiaan'.

Pada kesempatan ini saya akan membahas misteri "Rasa Halus" ini. Apakah itu sebenarnya?
Saya mengharapkan anda sudah membaca beberapa atau semua tulisan-tulisan saya yang terdahulu sebelum melanjutkan, karena apa yang akan saya bahas ini berhubungan ke hampir semuanya.

Saya pernah sering bertanya-tanya, mengapa memerlukan penempaan fisik dan mental, pembersihan hati, penghancuran ego, pembukaan chakra, dan lain-lainnya untuk bisa merasakan keberadaan Tuhan di dalam hati ini? Mengapa harus ditempuh dengan meditasi yang dalam, dalam keheningan? Mengapa tidak dapat dirasakan secara langsung dan nyata sekarang tanpa harus melakukan semua ritual itu?

Dan bagi praktisi spiritual dan meditator, ada satu pertanyaan lagi; mengapa jika kita menge-tahu-i suatu kebenaran yang hakiki maka pengetahuan datang semerta-merta ke pada kita?

Pengetahuan yang hakiki (The Ultimate Knowledge) dapat dibayangkan seperti berada di dalam balon penuh berisi air. "Tau" adalah sebentuk energi, dapat dibayangkan seperti jarum. Ketika kita TAU, maka kita bagaikan menusuk balon dengan jarum. Balon meletus, dan semerta-merta pengetahuan Tuhan yang tersimpan itu tumpah kepada kita. Pelaku spiritual dan meditator mengalami hal ini.
Tetapi mengapa demikian?

Di dalam sebuah meditasi, saya menemukan jawabannya. Bagai menusuk balon air dengan jarum, pengetahuan itu terbuka.

Tidak ada kejadian di alam ini yang terjadi secara acak. Setiap kejadian adalah sebuah sebab bagi kejadian berikutnya. Semuanya berkaitan, saling berhubungan. Saya menulis tulisan saya yang pertama yang berjudul "Braneworlds", hingga yang terakhir yang berjudul "Between Two Worlds" ternyata berkaitan erat dan memang harus demikian urutannya. Ada alasan tertentu mengapa harus seperti itu, yang dulu saya tidak tau. Sekarang semuanya terangkum dalam satu kejadian.

Tubuh fisik kita yang terdiri dari jasad, nyawa, dan sukma (menurut ajaran leluhur), bagaikan partikel fundamental dengan string terbuka. String yang terbuka maka kedua ujungnya harus tertambat pada membrane yang lebih tinggi. Dengan prinsip ini maka Jasad, nyawa, dan sukma kita tidak akan mampu pergi dari alam fisik. Mereka akan selalu eksis di alam fisik, di membrane yang sama.

Sedangkan ada satu komponen di dalam diri kita yang merupakan string tertutup. Yaitu Ruh. Dengan string tertutup maka ia tidak perlu tertambat pada membrane manapun. Ia bebas berada di realita manapun. Sifatnya mirip dengan graviton yang juga memiliki string tertutup.

Graviton adalah partikel boson (partikel perantara) pembawa forsa gravitasi. Graviton memiliki string tertutup, maka gravitasi tidak hanya berlaku atau memberikan pengaruhnya kepada alam ini, namun juga kepada alam di membrane lainnya. Inilah sebabnya gravitasi merupakan forsa terlemah di antara 3 forsa alam lainnya (forsa electromagnetik, forsa nuklir kuat, dan forsa nuklir lemah). Namun sesungguhnya forsa gravitasi adalah forsa yang sangat kuat (dan mungkin terkuat). Ia tampak lemah hanya karena ia harus eksis di banyak membrane sekaligus.

Maka seperti pula halnya graviton yang harus eksis di banyak membrane, ruh kita pun begitu. Ia eksis di realita manapun, tanpa terikat ruang dan waktu. Ruh itulah Tuhan yang ada pada kita. Kita adalah Dia dan Dia adalah kita. Kita ada Satu padaNya.

Jadi, mengertilah saya mengapa hati yang kuat itu berwujud dan dirasakan sangat halus di sini. Bukan karena ia sangat lemah atau terkubur sangat jauh di dalam diri, namun karena ia eksis dimanapun di alam ini, dan selamanya kita berbagi ruh dengan seluruh alam. Inilah misteri dari perasaan yang halus itu, yang hanya bisa digapai dengan kesadaran tinggi melalui perenungan (contemplating) dan meditasi yang dalam.

Maka sesunggunya hati kita berukuran sangat besar. Sebesar alam semesta ini dengan semua lapisan membrane-nya. Tak terhingga. Namun yang membuatnya terasa kecil adalah ego kita semata. Dan ego adalah ilusi. Ego bagaikan penjara yang jerujinya adalah batasan indera fisik dalam mendeteksi alam fisik ini saja. Ia tidak mampu mendeteksi lebih dari apa yang dapat ia lihat dan dengar, maka hanya sebatas itulah ruang lingkup ego kita. 

Kita sering mendengar atau mengalami sendiri perasaan sakit hati, patah hati, kecewa, dan lain-lainnya. Dada terasa sesak dan tidak mampu menahan bentuk penderitaan itu. Itu adalah ilusi yang dibuat oleh otak kita, oleh ego kita. Jika kita TAU dan SADAR bahwa ukuran hati kita ini tak-terhingga luasnya, maka tidak akan ada kejadian di kehidupan sehari-hari yang mampu memenuhi hati ini sampai terasa sesak seperti itu. Tidak ada kejadian apapun yang membuat kita harus merasa sakit, kecewa dan marah. Tidak ada kejadian yang walaupun datang bertubi-tubi yang akan memenuhi luasnya hati kita ini. Akan selalu ada tempat untuk semua rasa itu, baik rasa yang negatif maupun rasa yang positif. Baik kesusahan maupun kesenangan.

Kembali kepada rasa yang halus.
Lalu bagaimana pengetahuan ini bermanfaat untuk kita?
Jawabannya kembali kepada masing-masing individu. Karena "TAU", seperti yang saya sebutkan di atas, adalah sebentuk energi yang akan membuka suatu celah di alam ini hanya kepada anda secara individual. The Power of Knowing harus dialami sendiri, dan pengalaman itu bisa berbeda antara orang yang satu dan yang lainnya.

Bagi saya, hal ini menjawab banyak pertanyaan saya. Bagi saya, satu lagi misteri berhasil terungkap (semoga demikian). Namun belum tentu untuk anda. Anda mungkin merasakan hal lainnya. Hanya anda yang tau.

Burung dan anjing dalam cerita ini, dan semua hewan juga tumbuhan, dan seluruh alam ini berkomunikasi dalam bahasa yang sama dengan yang digunakan oleh hati yang ada pada manusia. Inilah bahasa ruh. Bahasa hati. Bahasa alam.
Ini adalah bahasa yang sangat fundamental. Sangat sederhana. Sangat primitif. Sangat halus. The most subtle of the subtle.
Yang sudah ada sejak terciptanya alam ini. Yang berasal langsung dari Tuhan.
Ini adalah bahasa kasih. Tuhan menciptakan alam ini dengan kasih-Nya.

Jika kau kerap mengunjungi hatimu, dan berlatih untuk perduli padanya, dan merasakannya, kau akan merasakan 'kasih' Tuhan itu.

Itulah tujuan eksistensi manusia di alam ini.
Merasakan kasih Tuhan, membagi kasih Tuhan.
Kembali pada yang terhalus. Kembali kepada yang terawal.
Kembali kepada Tuhan.


====================
ER



Tidak ada komentar: