The Egg

by Andy Weir


Andy Weir terkenal dengan salah satu karyanya, sebuah buku yang telah dibuatkan film, berjudul "The Martian" (2015), yang diperankan oleh Matt Damon.

Cerita asli dikutip dari:
http://www.tickld.com/x/this-guy-just-changed-the-way-we-think-about-godandtheuniverse

Terima kasih kepada teman baruku, Tom, yang telah memberikan saya link ini dan merekomendasikan saya untuk membacanya.



Kau sedang dalam perjalanan pulang ke rumah saat kau mati.

Terjadi kecelakaan. Tidak terlalu dahsyat, tetapi fatal. Kau meninggalkan seorang istri dan dua orang anak. Kematianmu adalah kematian yang tidak menyakitkan. Petugas Emergency telah melakukan usaha terbaik mereka untuk menyelamatkanmu, tetapi tidak berhasil. Tubuhmu sudah terlalu hancur dan kau memang lebih baik mati, percayalah padaku.

Dan di situlah saat kau bertemu aku.

"Apa... apa yang terjadi?" Kau bertanya. "Dimana aku?"
"Kau mati." Jawabku dengan gamblang. Tidak ada gunanya berbasa-basi.

"Tadi ada... sebuah truk dan truk itu tergelincir..."

"Yap." Ujarku.

"Saya... saya mati?"

"Yap. Tetapi jangan merasa buruk mengenai ini. Setiap orang mati." Kataku.

Kau melihat sekeliling. Tidak ada apa-apa. Hanya kau dan aku.

"Tempat apakah ini?" Tanyamu. "Apakah ini kehidupan setelah kematian?"

"Kurang lebih begitu." Jawabku.

"Apakah kau Tuhan?" Tanyamu.

"Yap." Jawabku. "Aku adalah Tuhan."

"Anak-anakku... istriku." Ucapmu.

"Ada apa dengan mereka?"
"Apakah mereka akan baik-baik saja? Itu yang ingin kulihat." Kataku.

"Kau baru saja mati dan yang kau perdulikan adalah keluargamu. Itu hal yang baik."

Kau memandangku dengan takjub. Bagimu, aku tidak tampak seperti Tuhan. Aku terlihat seperti seorang pria biasa. Atau mungkin seorang wanita. Atau mungkin sesosok pejabat penting. Atau bahkan lebih menyerupai seorang guru tata bahasa ketimbang Yang Maha Kuasa.

"Jangan khawatir," Ucapku. "Mereka baik-baik saja. Anak-anakmu akan mengingatmu sebagai ayah yang sempurna dalam segala hal. Mereka tidak ada waktu untuk membencimu. Istrimu akan menangisimu di luar, tetapi secara diam-diam ia merasa lega. Terus terang saja, pernikahanmu berantakan. Jikalau bisa sedikit menghiburmu, dia akan merasa sangat bersalah karena merasa lega."

"Oh," katamu. "Lalu apa yang terjadi sekarang? Apakah aku pergi ke surga atau neraka, atau apa?"

"Tidak keduanya," Jawabku. "Kau akan direinkarnasi."

"Ah," ucapmu. "Jadi orang-orang Hindu itu benar."

"Semua agama benar dengan caranya masing-masing," Ucapku. "Berjalanlah bersamaku."

Kau mengikutiku selama kita melangkah dalam kekosongon ini. "Kita akan kemana?"

"Tidak kemana pun," Kataku. "Hanya terasa lebih nyaman bila kita berbicara sambil berjalan."

"Kalau begitu, apa tujuanya?" Tanyamu. "Bila saya dilahirkan kembali, saya hanya akan berupa papan kosong? Seorang bayi. Jadi semua pengalaman dan apa yang sudah kupelajari selama hidupku tidak berarti sama sekali."

"Tidak begitu!" Ujarku. "Kau memiliki di dalam dirimu semua pengetahuan dan pengalaman semua hidup-hidupmu yang lalu. Kau hanya tidak dapat mengingatnya sekarang."

Aku berhenti dan memegang pundakmu. "Ruhmu lebih agung, lebih cantik, dan lebih dahsyat dari yang mampu kau bayangkan. Pikiran manusia hanya mampu menampung sekelumit kecil dari dirimu yang sesungguhnya. Seperti menjentikkan jarimu pada sebuah gelas berisi air untuk mengetahui apakah air itu panas atau dingin. Kau meletakkan sebagian kecil dirimu ke dalam wadah itu, dan saat kau keluar, kau telah memperoleh semua pengalaman."

"Kau telah hidup sebagai manusia selama 48 tahun, kau belum lagi menguak dan merasakan betapa besarnya kesadaranmu. Jika kita berdiam di sini lebih lama, kau akan mulai mengingat lagi segalanya. Tetapi tidak ada gunanya melakukan hal itu setiap kali di antara kehidupan."

"Jika begitu, sudah berapa kalikah saya bereinkarnasi?"

"Oh, sangat banyak. Banyak dan banyak. Dan dalam berbagai macam kehidupan yang berbeda." Kataku. "Kali ini kau akan menjadi seorang gadis China desa di tahun 540 AD."

"Tunggu, apa?" Kau tergagap. "Kau mengirimku ke masa lalu?"

"Ya, begitulah teknisnya. Waktu, seperti yang kau ketahui, hanya eksis di alam semestamu. Segalanya berbeda di tempat asalku."

"Dari mana asalmu?" Tanyamu.

"Oh tentu," Jelasku. "Aku datang dari sebuah tempat. Tempat yang lain. Dan ada banyak sepertiku. Aku tahu kau ingin bertanya apa rasanya, tetapi jujur saja kau tidak akan mengerti."

"Oh," katamu dengan kecewa. "Tapi tunggu dulu, Jika saya direinkarnasikan ke tempat dan waktu yang berbeda, suatu waktu aku bisa saja telah bertemu diriku sendiri."

"Tentu. itu selalu terjadi. Dan kedua kehidupan itu hanya menyadari rentang kehidupan mereka masing-masing sehingga kau tidak akan menyadarinya."

"Lalu apakah tujuan dari semua ini?" Tanyamu.

"Serius? Kau bertanya padaku mengenai arti kehidupan? Tidakkah itu sedikit klise?"

"Yah, itu kan pertanyaan yang cukup beralasan." Kau tetap kukuh.

Aku menatap matamu. "Arti kehidupan adalah alasan mengapa aku menciptakan seluruh alam ini, adalah untukmu untuk merasakannya, untuk menjadi dewasa."

"Maksudmu manusia? Kau ingin kami menjadi dewasa?"

"Tidak, hanya dirimu. Aku menciptakan seluruh alam ini untukmu. Dengan di setiap kehidupan barumu kau tumbuh dan menjadi dewasa, dan menjadi semakin, semakin berakal-budi.

"Hanya aku? Bagaimana dengan orang lainnya?"

"Tidak ada orang lain." Kataku. "Di alam ini, hanya ada kau dan aku."

Kau menatapku dengan kosong. "Tetapi semua orang di bumi..."

"Semuanya adalah dirimu. Dirimu dengan beragam reinkarnasi dirimu."

"Tungu, aku adalah semua orang!?"

"Sekarang kau paham," Ucapku dengan nada memberi selamat dan tepukan di punggung.

"Aku adalah setiap manusia yang pernah hidup?"

"Atau yang akan hidup, ya."

"Aku adalah Abraham Lincoln?" "Dan kau juga Wilkes Booth," Tambahku.

"Aku adalah Hitler?" Ucapmu dengan terkejut. "Dan kau juga jutaan orang yang dia bunuh."

"Aku adalah Yesus?" "Dan kau juga semua orang yang mengikutinya." Kau terdiam.

"Setiap kali kau mengorbankan seseorang," Kataku, "kau juga mengorbankan dirimu sendiri. Setiap kebaikan yang kau lakukan, kau lakukan itu pada dirimu. Setiap momen kebahagiaan dan kesedihan yang pernah atau akan dialami oleh setiap manusia, dialami olehmu."

Kau berpikir lama. "Mengapa?" Kau bertanya padaku.

"Mengapa melakukan semua ini?" "Karena suatu hari, kau akan menjadi seperti diriku. Karena itulah dirimu. Kau adalah bagian dariku. Kau adalah anakku."

"Waaah," kau berteriak tak percaya, "Maksudmu aku adalah Tuhan?"

"Belum, tapi kau adalah janin. Kau masih tumbuh. Bila kau sudah hidup di setiap kehidupan setiap manusia di sepanjang masa, kau akan telah tumbuh dan cukup untuk kemudian dilahirkan."

"Jadi seluruh alam ini," ucapmu, "hanyalah sebuah..."

"Sebuah telur." Jawabku. "Sekarang sudah saatnya kau melanjutkan kehidupanmu berikutnya."

Dan aku pun membiarkanmu pergi.


===============
Andy Weir - The Egg

2 komentar:

Unknown mengatakan...

artikel ini (The Egg) cukup menantang.
membuatku berantakan ...
entah berapa kali ku ulang ulang membacanya.
tidak perlu berdebat.
biarlah waktu yg menjawab.
karena kebenaran adalah proses dimana kita yg mengalaminya sendiri.
seandainya ada jalan pintas
seandainya ada teropong
aku ingin melihatnya walaupun sebentar.

terima kasih
salam berantakan😁

Syaiful mengatakan...

Cerpen yang sangat luar biasa, beyond the chain of illusion, sangan indahhh