Selasa, 15 Juli 2014

The Science of Spirituality

Part 1: Working With Energies





Edisi 3

Apakah Energi? Energi sudah ada di alam sejak alam tercipta. Kita mengenal adanya energi dan materi. Formula terkenal yang sudah kita ketahui bersama adalah E=mc2. Dimana formula ini membuktikan kepada kita bahwa energi dapat dipertukarkan dengan materi. Artinya, materi bisa berubah atau dirubah menjadi energi, dan sebaliknya, energi menjadi materi. Dapat pula kita artikan bahwa materi sebagai penghasil energi, dan energi sebagai penghasil materi.

Jika anda sudah membaca tulisan saya yang berjudul "Braneworlds", maka anda sudah mengerti atau mendapat gambaran bahwa alam in dipenuhi oleh satu jenis pita energi (string, namun banyak jumlahnya) dengan perilakunya (getarannya) yang beraneka ragam, kemudian menghasilkan (atau tampak sebagai) partikel-pertikel materi. Sehingga pada dasarnya, hanya ada satu bahan dasar pembentuk atau pengisi alam ini, yaitu string itu sendiri. Teori string menjelaskan bagaimana energi dasar (string) tampak sebagai partikel materi. String memenuhi setiap lokasi pada ruang di alam semesta ini, bagaikan bentangan fabric of the cosmos.

Pada kesempatan ini, kita akan mengulas energi di alam dan hubungannya dengan spiritual.

Semua materi di alam ini memproduksi energi setiap saat. Dari mulai yang tampak atau dapat dirasakan sampai yang tak tampak atau tidak dapat dirasakan. Selama ini kita bisa merasakan hawa panas yang dihasilkan oleh tubuh. Hal ini adalah proses pelepasan energi oleh tubuh yang sedang bekerja. Semua organ di dalam tubuh bekerja dan menggunakan sejumlah energi dan melepaskan panas ke sekelilingnya. Namun, energi yang dihasilkan oleh tubuh bukan hanya itu. Setiap bentuk aktivitas, menghasilkan energi. Setiap sel pada tubuh menghasilkan energi. Sebentuk emosi juga akan berwujud energi. Beragam emosi akan menghasilkan beragam jenis energi. Seperti pada tulisan saya sebelunya "The Symbols", sifat-sifat manusia pun termanifestasi ke bentuk-bentuk energi. Energi-energi tersebut berbeda karakteristik satu sama lainnya.

Tubuh manusia menghasilkan banyak ragam energi. Saat kita sedang merasakan bahagia, sedih, cemas, marah, dan lain sebagainya, semua itu akan berwujud energi. Anda boleh membayangkan betapa banyaknya energi di alam ini hasil dari aktivitas manusia. Tidak hanya manusia, namun juga aktivitas dari semua makhluk hidup. Jika fabric of the cosmos adalah seperti kanvas, maka padanya terlukis warna-warni energi yang saling tumpang tindih dan tak terhingga banyaknya. Demikianlah kondisi alam ini. Alam semesta penuh corat-coret, torehan warna-warni beragam energi-energi yang dihasilkan oleh setiap materi di alam ini. Mulai dari benda-benda masif seperti bintang-bintang dan planet-planet hingga manusia, hewan, tumbuhan, hingga partikel terkecil, dan lainnya.

Apakah manusia bisa merasakan keberadaan energi-energi itu? Jawabannya adalah, Ya.
Manusia mampu mengasah inderanya untuk mengetahui keberadaan energi-energi di alam, merasakannya, berinteraksi dengannnya, dan memilah-milahnya satu-persatu, menggerakkannya sehingga dapat lebih teratur. Kemampuan ini dapat dilatih dan menjadi bagian pertama dari pengasahan diri dalam ranah spiritual. Dengan kata lain; langkah awal dari kemampuan spiritual adalah merasakan eksistensi energi-energi pada alam.

Indera yang terlatih/terasah dengan baik akan menjadi cukup sensitif untuk merasakan keberadaan energi-energi tersebut, kemudian mampu membedakan jenis energi yang satu dan lainnya. Seseorang akan menjadi selalu awas dan merasakan setiap pergerakan atau perubahan energi di sekelilingnya. Ia akan mampu merasakan energi yang dihasilkan dari emosi orang lain, seperti energi bahagia, sedih, marah, dan lain-lain. Juga berbagai rupa energi pada alam seperti yang dihasilkan oleh tumbuhan, hewan, termasuk seluruh makhluk lainnya seperti tanah, bebatuan, gunung, angin, dan lain sebagainya, serta entitas yang tak tampak. Dan seperti halnya string yang eksis di multi-dimensi ruang, maka tingkat spiritualitas seseorang juga akan mampu mendeteksi keberadaan energi pada multi-dimensi ruang.

Mungkin tulisan saya di atas tidak mudah anda terima. Dan mungkin anda harus membacanya beberapa kali. Atau mungkin anda perlu waktu untuk mencernanya terlebih dahulu dan melakukan pembuktian sendiri sebelum melanjutkannya. Tidak mengapa, hal itu adalah wajar dan saya tidak akan membantah atau menyalahkan. Proses pengenalan energi adalah proses yang ditempuh tidak dalam satu hari, melainkan membutuhkan pendalaman selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Akan lebih mudah bila anda memahami konsepnya. Dan untuk memahami ini, akan sulit bila anda tidak membuka diri atau membuka pikiran anda seluas-luasnya.

Manusia saat ini sudah sangat lekat dengan alam materi sehingga semua pengetahuan harus diterima oleh logika untuk bisa dipahami dengan baik. Namun pendalaman spiritual memutarbalikkan cara berpikir anda, memutarbalikkan logika anda. Tujuan dari tulisan saya ini adalah saya ingin mengajak anda megenali sebentuk logika yang lain. Ia adalah logika yang sebenar-benarnya. Logika yang hakiki. Kebenaran cara pandang terhadap alam ini secara utuh. Karena alam ini tidak hanya terisi oleh materi, namun juga non-materi, energi yang tampak maupun tak tampak. Maka logika yang didasari oleh materi saja tidak akan pernah sempurna untuk memahami perilaku alam secara menyeluruh, secara utuh. Anda memerlukan sebuah pemahanan alam semesta secara menyeluruh atas dasar pemahaman kebenaran yang hakiki. The ultimate understanding of Nature. The ultimate truth of creation.

Diawali dengan mengenali energi yang terdekat dengan diri sendiri - energi yang dihasilkan oleh diri sendiri, sebelum mengenali energi lainnya. Di dalam tubuh fisik kita, ada beberapa lokasi pemusatan sensor energi. Pintu-pintu dimana energi dapat keluar dan masuk tubuh. Lokasi-lokasi itu berposisi bagaikan gugusan bintang di langit yang membentuk garis lurus dari ujung kepala. Pada kebudayaan India, titik-titik ini disebut Chakra. Chakra harus dibangkitkan untuk bisa aktif dan dapat merasakan energi yang keluar dan masuk tubuh.

Namun, hanya dengan kebersihan hati, manusia mampu untuk membangkitkan sensor-sensor energi tersebut. Saya perlahan memulai membawa anda untuk memasuki ranah logika yang hakiki, dimana kalimat sebelumnya terlihat seperti doktrin spiritual. Tidak. Saya bukan orang yang mengawali segala sesuatu dengan doktrin tanpa logika yang baik. Tidak ada doktrin, yang ada hanyalah alamiah. "Alamiah" adalah logika yang hakiki. Jika anda ingin memahami alam ini secara utuh, maka gunakalah logika yang digunakan oleh alam ini, yaitu "alamiah".

Mengapa melalui hati yang bersih? Hati yang bersih adalah hati yang bebas. Bebas dari keraguan. Bebas dari pertimbangan apapun. Bebas dari segala bentuk antisipasi. Hati yang bersih adalah hati yang pasrah - menyerahkan segenap eksistensi diri anda seutuhnya kepada Sang Alam. Kepada Sang Maha Pencipta. Kepada Sang Yang Maha Satu.

Hati yang pasrah secara penuh akan memposisikan hati itu ke dasar kesadaran terdalam, terbawah. Tidak ada posisi terdalam lagi selain itu. Pada kondisi ini anda akan merasakan sebuah rasa kerendahan-hati yang belum pernah anda rasakan sebelumnya. Setinggi apapun posisi anda di masyarakat, setinggi apapun kehormatan anda di masyarakat, sebanyak apapun harta yang anda miliki selama hidup anda, seberuntung / sesukses apapun perjalanan hidup anda, semua itu tidak ada artinya lagi. Anda akan menyadari bahwa semua itu adalah baju materialistis kehidupan dunia yang serba semu, fana, maya, tidak kekal dan tidak ada artinya sama sekali bagi essensi eksistensi diri anda di alam ini. Dengan terbiasa melatih hati anda sedemikian rupa, maka anda akan terlepas dari 'kemelekatan' terhadap keduniawian. Tidak hanya sikap, namuan sebenar-benarnya jiwa anda, seluruh diri anda akan mulai terlepas dari kemelekatan duniawi - segala bentuk rupa kepemilikan material. Anda anda sadar penuh bahwa semua itu bukan anda. Bukan anda yang sejatinya. Bukan sesuatu yang menjadi 'milik' anda. Tidak ada yang milik anda. Anda hanya sebentuk ruh yang sejatinya bagian dari Tuhan.

Kemampuan merasakan energi alam dapat muncul dari dalam diri jika kita mengakui bahwa kita adalah satu dengan alam. Kita adalah Divine Creation. Ini adalah sebuah pengetahuan (knowledge) mendasar yang harus diawali dengan pengakuan terhadap kebenaran yang hakiki, bahwa kita adalah makhluk Illahi, Divine, maka manusia memiliki sifat-sifat Illahi. Pengakuan akan hal ini sangatlah penting. Tanpa adanya keyakinan bahwa kita adalah makhluk Illahi, maka pengetahuan tersebut tidak akan dapat kita bangkitkan. Mengapa saya menggunakan kata "bangkit"? Karena sejak terciptanya, manusia sudah memiliki pengetahuan itu. Sehingga pengetahuan itu tidak perlu lagi dicari, melainkan perlu dibangkitkan. Pengetahuan itu terlupakan, terselubung kabut materialisme, maka ia harus diingatkan kembali.

Inilah cara kerja alam. Inilah logika alam. Jika anda benar-benar ingin tahu bagaimana sesungguhnya alam ini bekerja, maka anda harus memeluk pemahaman ini. Dan secara bertahap anda akan mengakui bahwa inilah kebenaran yang hakiki dan tidak ada kebenaran lain selain ini.

Anda akan memulai merasakan hal-hal di sekelilingnya anda yang sebelumnya belum pernah anda rasakan. Energi-energi yang beragam macamnya mulai menjadi bagian dari keseharian anda. Kemudian anda mulai mengenali energ-energi itu. Mengenali eksistensinya. Dan memilah-milah antara energi yang satu dan yang lainnya. Ada yang kuat ada yang lemah, ada yang sepertinya bertentangan dengan anda, ada yang sangat menenteramkan anda. Ada yang kadang mengganggu anda, ada yang tidak. Ada yang mempengaruhi emosi anda seperti menjadikan anda resah, kesal, marah, ada juga yang membahagiakan anda.

Bekerja dengan energi adalah mengenali energi-energi disekeliling anda, lalu memilah-milahnya, memanfaatkan energi yang bersifat postiif untuk kebaikan jiwa anda, dan yang terpenting adalah menetralkan energi yang agresif, posessif, dan semua yang bersifat negatif.

Ingatlah bahwa every creation is divine. Setiap obyek di alam ini adalah hasil penciptaan dari Sang Maha Pencipta, maka mereka semua bersifat Illahi. Sehingga energi-energi itu tidak dapat dimusnahkan. Mereka akan selalu ada dan mereka juga bersifat Illahi. Hati yang bersih akan menerima mereka apa adanya tanpa terpengaruh atas sifat-sifat mereka. Inilah yang ingin dicapai. Seperti adanya kemelekatan terhadap alam materialistis, maka juga ada kemelekatan terhadap alam non-meterialistis. Hati / jiwa yang bersih adalah jiwa yang tidak memiliki kemelekatan terhadap material maupun non-material. Alam ini adalah fana, maya, semu, dan tidak nyata, tidak hanya untuk materi, namun juga untuk non-materi, termasuk semua bentuk energi-energi itu. The ultimate reality is only God. And there is no God but God.

Sampai di sini, jika anda berpikir atau bertanya, "Lalu, untuk apa saya menggeluti atau mengarungi perjalanan spiritual jika pada intinya/akhirnya hanya untuk mengakui bahwa tidak ada apa-apa untuk saya di sana?" Ini berarti anda masih memiliki kemelekatan cukup kuat terhadap alam materi. Logika anda berkata bahwa setiap usaha harus ada imbalan/hasil. Sedangkan perjalanan spiritual tidak membawa hasil yang material atau duniawi. Hal ini melanggar logika berpikir anda. Cukup banyak orang yang terjun kepada pembelajaran energi-energi alam kemudian memanfaatkannya untuk kehidupan duniawi. Menolong orang lain dengan mengharap imbalan materi (uang) dan popularitas. Hati yang tidak bersih seperti itu akan membuat yang bersangkutan berputar-putar di tempat, realita yang hakiki tidak akan tercapai untuknya. Ia akan terbelenggu dan terkunci oleh kemelekatan duniawi - yang maya, fana.

Logika alamiah yang harus anda gunakan memang bertentangan dengan logika material anda selama ini. Dan anda baru akan benar-benar memahaminya dengan baik, bila anda sudah menjalaninya. Inilah mengapa terkadang ajaran spiritual dan atau agama pada mulanya terdengar seperti doktrin. Karena ajaran-ajaran itu seolah memaksa anda untuk percaya atau yakin terlebih dulu baru bisa mengerti sepenuhnya. Tidak selalu harus begitu. Jika anda adalah orang seperti saya, maka anda akan melakukan pencarian panjang. Seperti seorang anak yang menginjak usia dewasa, mencari jati diri, meninggalkan rumah untuk pertama kalinya, berkelana dan mengembara hingga bertahun-tahun, yang pada akhirnya pulang kembali ke rumah dimana ia dilahirkan, menemui kedua orang tuanya yang telah tua renta. Bersujud di hadapan mereka dan mencium kaki mereka sambil menangis terharu sekaligus berbahagia penuh syukur, karena sang anak sekarang sudah tau kebenaran yang hakiki, dan kedua orang tuanya masih setia menunggu kepulangannya. Di saat itu tidak ada lagi kata-kata yang pantas untuk diucapkan. Si anak hanya bisa tersenyum penuh syukur. Kebahagiaan yang tidak ada bandingannya di dunia. Sekaya (harta) apapun ia, sesukses apapun ia, sepenting apapun ia bagi masyarakat, semua itu sirna dan tidak ada artinya sama sekali dibandingkan dengan pengetahuan mengenai kebenaran yang hakiki yang telah berhasil ia dapatkan - semua itu sirna seketika dengan senyuman penuh syukur.

Mereka yang sudah tercerahkan seperti sang anak di atas, akan selalu tersenyum kepada seluruh alam ini. Mereka akan terus menyelaraskan semua energi yang mengalir padanya menjadi kumpulan kesadaran akan satu kebenaran yang hakiki, yang sejati. Tanpa diminta, tanpa imbalan, tanpa dikenal, semuanya sudah menjadi bagian darinya secara alamiah. Ia menyadari dengan sepenuhnya akan perilaku seluruh alam.  Ia tidak akan berbicara kecuali ditanya. Ia tidak akan bertemu orang kecuali ditemui. Tidak ada lagi kemelekatan duniawi. Ia sadar penuh akan semua kualitas alam tanpa harus ada kemelekatan terhadap satu kualitas pun.

Sampai di sini mungkin tulisan saya jauh dari harapan anda. Anda mungkin berharap ada penjelasan yang scientific atau ilmiah melalui rumus-rumus, teori-teori fisika, serta melibatkan angka-angka mengenai bahasan Working with Energies ini. Science untuk spiritual seperti halnya Alchemy, dimana pada akhirnya, kesimpulan akhir yang ditarik oleh para Alchemist berupa kesimpulan yang sangat jauh dari apa yang mereka harapkan sebelumnya. Bukan berupa angka, bukan teori, bukan rumus atau formula. Apalah artinya angka, teori dan rumus bila para Alchemist itu dihadapkan oleh suatu kebenaran pamungkas? Kebenaran yang menjawab semua misteri alam?

Dalam usaha mereka menemukan cara merubah logam timbal (atau logam lainnya) menjadi emas (the philosopher's stone), dan menemukan cairan/ramuan awet muda (the elixir of life), mata, hati, jiwa mereka terbukakan pada hal yang jauh lebih penting. Mereka menemukan sesuatu yang jauh lebih berharga, lebih berarti dari segalanya di dunia ini. Sebuah pengetahuan akan kebenaran yang hakiki. Mereka melihat bahwa alam bekerja secara terpadu dan tidak terpisah-pisah. Pengetahuan alam tidak terkotak-kotak. Semua hadir sekaligus dalam satu kesatuan. Materi dan spiritual adalah satu. Anda tidak dapat menjadi ahli dalam fisika (ilmu pasti, science modern) super hebat untuk memerikan perilaku alam semesta tanpa juga menjadi seorang ahli spirtual. Begitu pula sebaliknya, anda tidak dapat menjadi seorang ahli spiritual saja tanpa mengenali science modernuntuk memiliki pemahan yang sempurna mengenai alam ini.

"Mereka" merasakan eksistensi beragam energi di alam. Warna-warninya, beraneka coraknya, berbagai sifatnya, berbagai kekuatannya, pengaruhnya pada yang lain, Interaksi di antara satu dengan lainnya. Mereka tidak menggunakan alat atau aparatus bentukan teknologi apapun. Mereka menggunakan sensor tercanggih yang ada di alam ini, yaitu diri mereka sendiri. Tubuh manusia adalah teknologi tercanggih yang ada di alam ini.

Tidak akan bisa dijelaskan dengan rumus maupun teori fisika (science). Tidak perlu! Jika anda memaksa untuk menjelaskannya dengan science modern, maka anda berarti melangkah mundur ke belakang. Ini adalah logika alamiah paling mendasar. Ini adalah science alamiah paling mendasar. Yaitu; Manusia adalah Illahi, maka manusia memiliki kualitas Tuhan, sehingga manusia memiliki dan menguasai pengetahuan seluruh alam.


Sensing The Energies

Maafkan saya bila pemilihan kata-kata yang saya tuliskan di sini kurang baik. Karena saya berupaya menuliskan / mendeskripsikan sesuatu yang hampir tidak mungkin dituliskan. Tidak ada kata-kata yang tepat - menggunakan bahasa apapun di dunia ini untuk menuliskannya.

Hati yang sudah bersih, tubuh yang bersih adalah tubuh yang selaras dengan alam. Tanpa kemelekatan, tenang, kosong. Hanya ada anda dan Tuhan. Hati adalah indera yang akan aktif pertama kali. Anda harus percaya padanya. Karena di sana ada Tuhan. Hati anda  secara perlahan akan mampu me-rasa-kan alam di sekeliling anda. "Rasa" inilah hasil dari apa yang dideteksi oleh indera hati anda. Jika selama ini anda kurang percaya pada hati anda, maka anda harus percaya padanya.

Alam ini hidup. Mereka berbicara pada kita dalam bahasa yang hanya bisa di-rasa-kan oleh hati anda. Karena kita dan alam ini adalah satu. Semua berasal dari suatu penciptaan yang Satu. Semua ciptaan adalah Illahi. Sehingga kita adalah semua. Dan semua adalah kita. Hingga apa yang ada di langit - seluruh alam semesta, ada juga di dalam diri kita, secara nyata. Kita adalah micro cosmos dari seluruh alam macro cosmos.

Yang menutup atau menghalangi hati anda dalam merasakan alam ini adalah ego anda. Dalam kerendahan hati, kekosongan, ketenganan, harus terputus kemelekatan terhadap ego. Rasa cemas, curiga, takut, kekhawatiran, dll. Semua itu adalah energi negatif yang akan anda rasakan pula. Energi-energi itu akan mengkabutkan pandangan hati untuk melihat kebenaran yang hakiki. Dan mereka akan terus mengkabutkan anda selama anda belum melepaskan mereka dari kemelatannya anda kepada mereka. Mereka hidup dan tidak bisa dimusnahkan, mereka perlu diselaraskan.

Secara perlahan, anda akan mampu merasakan pemisahan bagian-bagian dari diri anda (khandha). Anda akan menemukan sebentuk kesadaran tanpa atribut. Tanpa kemelekatan terhadap apapun. Melalui hati dan chakra, anda akan merasakan/melihat kondisi alam ini dalam wujud yang utuh. Anda akan merasakan/melihat energi di alam yang ada di sekeliling anda. Bagaikan lautan luas membentang tanpa berujung. Bagaikan kanvas yang penuh dengan coretan warna-warni. Bergelombang aktif tanpa henti. Tanpa batas ruang, tanpa batas waktu. Semua terjadi saat ini, di sini.


Berlanjut ke Part 2.

10 komentar:

Haddy dan Errie mengatakan...

Ri, referensi bukunya apa aja..ulasannya solid.

Erianto Rachman mengatakan...

Terima kasih sudah membaca tulisan saya.
Tulisan-tulisan saya berlandaskan pada buku dan pengalaman pribadi. Menurut saya, saya tidak bisa menuliskan ulang atau menyadur dari apa yang saya baca saja. Melainkan harus diselaraskan dengan pengalaman nyata.
Buku-buku yang saya baca ada pada bagian kiri halaman blog saya ini.

rengganu mengatakan...

Halo bung salam kenal. Senang membaca tulisan2 anda. Saya merasa kita berada pada frekuensi yg sama dalam penziarahan mengenali sang ada.

Erianto Rachman mengatakan...

@rengganu

Terima kasih sudah membaca tulisan-tulisan saya.

Unknown mengatakan...

Eri,

bagus sekali tulisan anda, membahas masalah spiritual memang selalu menarik.

Erianto Rachman mengatakan...

@ Arif Efendy:
Terima kasih! :-)

Unknown mengatakan...

Yth.Pak Erianto Rachman, saya ingin bertanya sebuah pertanyaan yang saat ini mengganggu pikiran saya, dan bingung mau menanyakannya pada siapa?
Maaf bila keluar topik dari artikel bapak di atas, tapi sepertinya masih berhubungan?! Tentang hati, ego dan emosi yang sejatinya juga energi.

Kebetulan bahan bacaan saya dari tulisan bapak Erianto Rachman baru sampai di artikel ini, jadi saya komentar disini.

Langsung saja ke persoalan yang mengganggu pikiran saya saat ini, soal cinta!
Saya membaca sebuah artikel yang membuat saya terpana, menyatakan bahwa cinta itu hanya sebuah reaksi kimia di otak kita, sungguh pernyataan yang menghancurkan logika saya.
Apalagi disaat saya sedang menyukai seorang wanita, yang saya damba beberapa bulan ini, jadi benar-benar terasa efek down-nya!

Kalau cinta itu hanya sebuah reaksi kimia, sungguh dunia ini benar semu dan palsu..
Kalau begitu sama saja halnya seperti narkoba! Walaupun narkoba suatu reaksi kimia yang dibuat-buat, sedang cinta lebih alami, tapi tetap saja hanya rekayasa di dalam tubuh & pikiran manusia.

Sungguh sebuah kenyataan yang sulit tapi harus diterima, karena begitulah kebenarannya!

Copas sedikit dari artikel detik com/health
'Hormon Cinta Hanya Bertahan 4 Tahun, Sisanya Dorongan Seks'

Menurut peneliti dari Researchers at National Autonomous University of Mexico, rasa tergila-gila dan cinta pada seseorang tidak akan bertahan lebih dari 4 tahun.

"Bahkan cinta yang sangat dalam sekalipun akan kehabisan efek itu ketika sudah berjalan lebih dari 4 tahun. Hal itu dikarenakan tubuh sudah kebal terhadap semua efek hormon tersebut. Jika sudah begitu, rasa cinta akan cenderung berubah menjadi ketergantungan emosi dan seksual," jelas peneliti dari Meksiko.
----------------------------------------

Pertanyaan saya:
Bagaimana Pak Erianto Rachman menyikapinya, perihal cinta ini yang hanya sebuah reaksi kimia di dalam otak manusia?

Lalu, kalau cinta hanya reaksi kimia di otak, bagaimana yang 'katanya' perasaan cinta yang ada di HATI ?

Apakah 'Cinta Sejati' itu memang ada atau hanya cerita para pujangga?!

Kalau cinta hanya reaksi kimia, bagaimana dengan kasih sayang seorang ibu, yang katanya sepanjang masa kepada anaknya?

---------------------------------------

Sungguh membingungkan! saya tidak tau lagi cara menyikapi cinta, apakah membiarkannya saja dan kemudian hilang begitu saja, atau meresponnya? Seperti kata-kata para pujangga yang menyatakan berjuang untuk cinta?!

Saya merasa terombang-ambing, bingung menentukan arah tujuan hidup saya, dan perasaan yang hampa!
Sampai saat ini saya mencari keberadaan Tuhan, tapi tak jua merasakan kehadirannya!

Seperti yang pak Erianto Rachman jelaskan di dalam artikel-artikel tulisan bapak di blog ini, saya sudah paham tapi hanya sebatas teori bahwa kita berada di dalam 'wadah' atau bagian dari Zat Tuhan itu sendiri, tapi saya tak bisa jua merasakannya!
Apakah karena saya kebanyakan dosa dan kemelekatan saya kepada dunia sehingga menghalangi saya terhadap Tuhan? Sebegitu hinakah saya sampai Tuhan yang Maha Suci tak mau hadir dalam hidup saya?

Saya seperti orang kehausan di padang pasir yang panas terik, yang berharap Tuhan memberi secuil air kasih sayang-Nya untuk melepas dahaga jiwa, tapi saat itu tak kunjung tiba!

Saat ini hati saya benar-benar lelah, saya percaya Tuhan tapi tak merasakan kehadirannya, dan hidup ini bagai beban bagi hidup saya.

Usia saya saat ini 31 tahun, tapi benar-benar masih labil dalam segi emosi, dan status saya masih lajang, sangat merindukan rasanya kehadiran cinta dari seseorang yang diidamkan yang 'katanya' hanya reaksi kimia, mohon pencerahannya Yth.Pak Erianto Rachman.

Maaf bila tulisan saya kepanjangan dan berantakan, sesuai kondisi perasaan saya saat ini. Sekiranya bapak Erianto Rachman berkenan memberikan nasihat dan menjawab pertanyaan saya, serta membagi pengalaman hidup bapak yang sekiranya berkenaan dengan permasalahan saya ini. Salam Damai & Bahagia selalu buat Yth.Pak Erianto Rachman sekeluarga.
Terima kasih!

Erianto Rachman mengatakan...

@ Atma Andromeda:
Jika kamu merasa apa yang kamu baca sudah bertentangan dari apa yang kau yakini di dalam hati terdalam, maka kemungkinan besar apa yang kamu baca itu salah. Tidak semua yang ada di internet itu dapat langsung kita telan begitu saja. Semua itu kan ditulis oleh manusia biasa. Bagi saya apa yang saya baca di internet, di buku, degnar di TV, atau sumber2 lainnya adalah “pendapat” atau “opini” atau ‘teori” dari orang-orang biasa.

Sikap terbaik adalah tidak menerima begitu saja, melainkan kita sebaiknya melakukan pengkajian, research sendiri sampai kita temukan jawabannya.

Cinta pada seorang wanita yang akan menjadi pasangan hidup kita, cinta terhadap anak, terhadap orang tua, terhadap sesama makhluk, dan kepada Tuhan, adalah cinta dengan level yang berbeda. Motivasinya berbeda, alasannya berbeda, dll.

Tidak ada yang kekal di alam ini, sehingga kita memang harus menerima dan siap akan perubahan hidup. Hidup itu sendiri pun tidak akan statis. Pasti berubah2 sepanjang waktu.

Kalau kita mengharapkan kejadian hidup yang statis, maka kita akan dipenuhi keragu2an untuk melangkah dan mengambil keputusan. Kita harus flexible dan siap akan perubahan apa pun. Maka jika kamu mencintai seorang yang akan menjadi pasangan hidupmu, lakukan saja. Apakah nanti cinta itu akan berubah itu kita akan hadapi nanti.

Menurut saya, semua kejadian seperti pikiran, angan-angan, rasa, feeling, terjadinya di otak. Kita biasa menggunakan istilah “hati”. Dan saya sering menggunakan kalimat, “berpikirlah dengan hatimu.”
Tetapi apakah hati benar2 bisa berpikir? Tidak!.
Secara fisik, semua pikiran terjadi di otak, bukan di bagian tubuh lainnya, bukan di hati.

Isitilah “Hati” pun keliru. Hati adalah lever. Tentunya bukan lever yang dimaksud oleh kita kan? Bahasa Inggrisnya “Heart” (jantung). Ini lebih mendekati. Tetapi juga bukan jantung secara fisik. Jantung tidak bisa berpikir.

Maka pahamilah jika kita menggunakan kata “hati” seabgai pusat feeling (rasa), maka itu hanyalah isitlah. Lalu bagaimana hubungannya dengan otak?
Atau pertanyaannya, “Bagaimana membedakan feeling otak dan hati?”

Begini:
Masalah yang diselesaikan dengan otak kia melibatkan logika. Memnag begitu cara kerjanya. Kita akan mengambil dasar pengalaman dan pengetahuan untuk memikirkan dan mencari solusi atas sebuah masalah. Dan ini terjadinya di otak.
Di otak pula ada andil dari ego. Ego akan menambah ekuasi / perhitungan / kajian kita mengenai masalah itu. Pada akhirnya kita akan mengambil keputusan yang dihasilkan dari pertamibangan dengan pertimbangan pengetahuan, pengalaman, dan ego.

Jika saya sebut, “Berpikirlah dengan hatimu,” Ini artinya, TIDAK melibatkan EGO. Melainkan meelibatkan empathy dan compassion.

Nah, atas penjelasan saya di atas, tanyakan pada dirimu sendiri, apakah cinta yang kau rasakan terhadap orang tesebut hanya terjadi di otak, atau juga melibatkan hatimu?

Erianto Rachman mengatakan...

Tuhan adalah Zat yang singular. Manifestasi penciptaan men-dual-kan yang singular itu.
Cinta Tuhan adalah cinta yang Singular. Maksudnya adalah cinta yang hanya punya satu makna. Cinta yang bukan lawan dari benci atau takut.
Cinta yang singular ini adalah cinta tanpa syarat.

—————
Jika kita menerima Tuhan yang singular - adalah menerima Tuhan apa adanya.
Persepsi manusia yang membatasi hubunganmu dengan Tuhan. Persepsimu sendiri yang menjauhkanmu dari Tuhan. Kau telah terdoktrin sepanjang hidupmu bahwa Tuhan itu adalah segala sesuatu baik-baik saja. Begitukah?
Tidak!. Tuhan itu bagaikan sekeping koin. DIA harus dikenali tidak hanya satu sisinya saja, tetapi kedua sisinya sekaligus. Tuhan itu tidak hanya datang padamu dalam kebaikan saja, tetapi juga ketidakbaikan.

Semua peristiwa hidup ini menganut dualisme, baik-buruk, sengsara-bahagia. Bila kamu ingin mendekatkan diri dengan Tuha, maka kau harus ACCEPT / Menerima kedua sifat itu apa adanya. Tanpa pilih2.
Inilah syarat mendekatkan diri dengan Tuhan, yaitu tanpa syarat.

Tuhan itu sangat dekat, kita bagian dari dia. Dia ada di setiap makhluk.
Namun persepsi-mu yang menolak kenyataan itu.
Tuhan selalu berkomunikasi dengan kita. Tiada satu jeda waktu pun yang Dia absen dari diri kita. Dia sudah selalu begitu.
Tetapi persepsimu sendiri yang menutup komunikasi itu.

Tuhan berkomunikasi dalam bahasa RASA. Yaitu yang tidak melibatkan logika, ego.
Dia berkounikasi dalam bentuk RASA empathy, compassion, cinta tanpa syarat.
Rasa itu sangat halus.

Kita harus melatih / mengasah indera kita agar dapat merasakan yang halus-halus itu.

Teruslah membaca tulisan-tulisan saya, nanti kamu akan semakin memahami.

Salam,
Erianto R

Unknown mengatakan...

Terima-kasih pencerahannya Yth.Pak Erianto Rachman.
Ternyata saya memang perlu pembimbing seperti bapak, untuk mengarahkan kebingungan saya di hati saya yang masih gelap tapi merindukan Cahaya.

Ternyata perjalanan spiritual saya masih jauh, mungkin ini baru awal, karena yang saya dapatkan sebelumnya baru sebatas definisi-definisi, tapi cukup berguna sebagai dasar pemahaman saya untuk melanjutkan ke tingkat selanjutnya, dan mungkin ini saatnya untuk mulai Merasa. saya akan mencoba perlahan untuk dapat melalui dan menerimanya, segala sesuatu baik & buruk yang Tuhan perlihatkan pada saya, agar saya dapat memahami & merasakan bahasa Tuhan seutuhnya.

Karena tujuan akhir saya mencari ketenangan yang hakiki, ketenangan yang tak bisa digoyahkan oleh apapun, tanpa kemelekatan, tanpa kebencian, yang ada hanya kedamaian, hati yang tentram, dan cinta!

Dan yang selalu saya yakini, akhir itu lebih baik dari permulaan. Mungkin ini baru permulaan dari perjalanan spiritual saya..

Terima kasih bapak telah meluruskan persepsi saya yang dangkal tentang cinta, ya ternyata cinta itu memiliki tingkatan-tingkatan juga.

Saya akan melanjutkan membaca artikel tulisan bapak sampai selesai, seperti yang saya niatkan dari awal.
Salam Damai & Bahagia slalu buat Yth.Pak Erianto Rachman beserta keluarga :)